Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Kamis (27/11/2025) menyatakan pemerintahannya akan “menghentikan secara permanen” migrasi dari seluruh “Third World Countries” atau negara-negara dunia ketiga.
Pernyataan ini disampaikan setelah terjadi sebuah serangan di dekat Gedung Putih yang ia kaitkan dengan kegagalan proses penyaringan imigrasi pada era pemerintahan Joe Biden.
Trump tidak menyebut negara mana yang dimaksud sebagai negara dunia ketiga, maupun menjelaskan maksud dari penghentian permanen tersebut.
Baca Juga: Memo Rahasia Verizon Bocor: 13.000 Karyawan Dipecat Sekaligus
Ia menegaskan kebijakan itu juga akan mencakup kasus-kasus imigrasi yang disetujui pada masa pemerintahan Biden.
“Saya akan menghentikan secara permanen migrasi dari seluruh negara dunia ketiga untuk memberi kesempatan bagi sistem AS pulih sepenuhnya. Saya juga akan membatalkan jutaan izin masuk ilegal era Biden dan menindak siapa saja yang bukan merupakan aset bagi Amerika Serikat,” tulis Trump di platform media sosialnya, Truth Social.
Trump juga berjanji akan menghentikan seluruh manfaat dan subsidi federal bagi “non-warga negara”, serta “mencabut kewarganegaraan” bagi imigran yang menurutnya mengganggu ketertiban domestik.
Ia mengatakan akan mendeportasi warga asing yang dianggap sebagai beban publik, risiko keamanan, atau “tidak kompatibel dengan peradaban Barat”.
Pihak Gedung Putih dan Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS (USCIS) belum memberikan komentar atas pernyataan tersebut.
Baca Juga: Mengapa Dinar Kuwait Tetap Jadi Mata Uang Terkuat Dunia pada 2025?
Terkait Serangan oleh Imigran Afghanistan
Pernyataan Trump disampaikan setelah kematian seorang anggota Garda Nasional yang ditembak dalam sebuah penyergapan dekat Gedung Putih.
Penyerangan tersebut, menurut penyelidik, dilakukan oleh seorang warga negara Afghanistan.
Pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) sebelumnya mengatakan Trump telah memerintahkan peninjauan luas terhadap kasus-kasus suaka yang disetujui pada era Biden dan kartu izin tinggal tetap (Green Card) yang diberikan kepada warga dari 19 negara.
Namun sebuah dokumen pemerintah AS yang dilihat Reuters menyebut bahwa pelaku penembakan justru menerima status suaka pada tahun ini di bawah pemerintahan Trump.
Pelaku, Rahmanullah Lakanwal (29), memasuki AS pada 2021 melalui program pemukiman kembali pasca-penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Program tersebut dibentuk pemerintahan Biden setelah jatuhnya pemerintah Afghanistan dan pengambilalihan oleh Taliban.
Baca Juga: Saat Warren Buffett Mundur, Dunia Keuangan Menahan Nafas
Dalam unggahan terpisah, Trump mengeklaim ratusan ribu orang masuk ke Amerika Serikat dalam kondisi “tanpa pemeriksaan memadai” selama proses evakuasi Afghanistan yang ia sebut sebagai “airlift yang mengerikan”.
USCIS pada Rabu (26/11) mengumumkan penghentian seluruh proses permohonan imigrasi terkait warga Afghanistan tanpa batas waktu.
“Langkah-langkah ini ditujukan untuk mencapai pengurangan besar terhadap populasi ilegal dan yang mengganggu,” tulis Trump.
“Hanya REVERSE MIGRATION yang dapat sepenuhnya menyelesaikan masalah ini.”
Dampak Politik
Penembakan yang menewaskan anggota militer AS oleh seorang imigran diperkirakan akan berdampak luas terhadap lanskap politik Amerika.
Meskipun Lakanwal berada di AS secara legal, insiden tersebut memperkuat agenda Trump dalam memperketat kebijakan imigrasi.
Sepanjang masa kepresidenannya, Trump berulang kali menargetkan pembatasan baik terhadap imigrasi legal maupun ilegal, dan kasus ini memberinya ruang untuk memperluas perdebatan menuju proses penyaringan imigran yang jauh lebih ketat.













