Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Meski data ekonomi China menunjukkan pertumbuhan stabil, namun, sejumlah hasil riset memperlihatkan kondisi sebaliknya.
Berdasarkan laporan Badan Moneter Internasional (IMF), kredit berisiko China kemungkinan akan naik menjadi US$ 1,3 triliun. Dengan nilai itu, potensi kerugiannya equivalen dengan 7% tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) China.
Dalam laporan Global Financial Stability teranyarnya, IMF menulis, pinjaman yang memiliki potensi risiko di China akan mencapai 15,5% dari total pinjaman komersial.
Sebagai perbandingan, data resmi yang dirilis regulator perbankan China memperlihatkan rasio kredit bermasalah Negeri Panda berada di level 5,5%, yang meliputi non performing loan (NPL) dan special mention loan.
Nilai kredit bermasalah di perbankan China memang kerap menjadi perdebatan yang berujung pada pertanyaan: apakah China masih akan terus menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi global atau terpuruk seperti Jepang setelah gelembung kreditnya meletus.
Hayman Capital Management's Kyle Bass pada Januari menyebut potensi kerugian dari pengucuran kredit perbankan China mencapai US$ 3,5 triliun. Meski demikian, analis China International Capital Corp dan Macquarie Securities Ltd menilai, estimasi tersebut terlalu berlebihan dari kondisi riilnya.
Tapi menurut IMF, potensi risiko kredit berbeda dengan pinjaman bermasalah (NPL) yang biasa dilaporkan pihak bank. Kreditur bisa menjual aset untuk membayar bunga pinjaman dan pihak bank bisa mengambil langkah-langkah untuk mengamankan jaminan dan menguasai aset-aset untuk menghindari kerugian.
IMF mengestimasi, dengan asumsi rasio kerugian 60%, potensi kerugian bank dari pinjaman berisiko tersebut bisa mencapai US$ 756 miliar.
Risiko terkonsentrasi pada sektor-sektor tertentu seperti real estate, manufaktur, ritel, pertambangan, dan baja.