Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
Rostec, konglomerat negara yang memproduksi Superjet-100, Tupolev Tu-214, Ilyushin, dan jet Yakovlev MC-21, mengalami kesulitan memenuhi tenggat waktu.
CEO Rostec, Sergei Chemezov, menyatakan produksi massal MC-21, SJ-100, dan IL-114 baru akan dimulai pada 2026, mundur dua tahun dari rencana awal. MC-21 buatan penuh Rusia dilaporkan lebih berat dan kurang efisien dibanding versi dengan komponen impor, sehingga kurang diminati maskapai.
Ketergantungan pada Pemasok Asing
Meski berupaya melokalisasi produksi, Rusia masih mengandalkan suku cadang luar negeri. Data bea cukai menunjukkan pada 2024 suku cadang senilai setidaknya US$ 300.000 diimpor melalui perantara di Turki, China, Kirgistan, dan Uni Emirat Arab. Komponen tersebut berasal dari perusahaan seperti Safran (Prancis), Honeywell (AS), dan Rolls-Royce (Inggris), meskipun tidak ada bukti pelanggaran sanksi oleh produsen.
Rusia memanfaatkan sistem impor paralel, yakni memasukkan barang melalui pihak ketiga tanpa persetujuan produsen.
Baca Juga: Rusia Kena Sanksi Eropa, Bagaimana Nasib Blok Tuna di Tangan Zarubezhneft?
Beberapa perusahaan menegaskan telah menghentikan penjualan langsung ke Rusia dan memperketat pengawasan distribusi untuk mencegah pelanggaran sanksi.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Anton Alikhanov mengakui tantangan ini “unik dan sangat kompleks,” karena tidak ada negara di dunia yang sepenuhnya memproduksi pesawat dari komponen domestik.
Keterbatasan pasokan pesawat, sementara permintaan tetap tinggi, mendorong kenaikan harga tiket sejak 2023 hingga 2024. Untuk menjaga konektivitas domestik, Moskow bahkan meminta maskapai dari Kazakhstan dan Uzbekistan mengoperasikan rute penerbangan di dalam negeri.