Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – WASHINGTON. Inflasi konsumen Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2025 diperkirakan meningkat, seiring naiknya harga bensin serta dampak tarif impor yang mulai mendorong harga sejumlah barang.
Namun, laju kenaikan inflasi diyakini belum cukup kuat untuk menggagalkan rencana pemangkasan suku bunga The Fed pekan depan.
Baca Juga: Yuan Sentuh Level Tertinggi 11 Bulan, Didukung Reli Saham China dan Pelemahan Dolar
Laporan Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) pada Kamis (11/9/2025) berpotensi memunculkan kembali kekhawatiran stagflasi, setelah sebelumnya pasar tenaga kerja melaporkan kinerja yang lesu.
Sejauh ini, efek dari tarif besar-besaran yang diterapkan Presiden Donald Trump terhadap barang impor berjalan bertahap.
Namun, para ekonom menilai tekanan akan meningkat dalam waktu dekat karena persediaan barang pra-tarif mulai habis. Survei bisnis juga sudah sejak lama mengindikasikan kenaikan harga segera terjadi.
Data inflasi produsen (PPI) sehari sebelumnya justru lebih jinak dari perkiraan. Namun, ekonom menilai tren tersebut tidak akan tercermin dalam CPI.
“Bukti yang ada sangat kuat bahwa inflasi terkait tarif akan datang, meski mungkin butuh beberapa bulan sebelum benar-benar penuh dirasakan,” ujar Stephen Stanley, Kepala Ekonom Santander U.S. Capital Markets.
Baca Juga: Malaysia Bersiap Hapus Peredaran Vape dan Rokok Elektrik Secara Total
Konsensus Reuters memperkirakan CPI naik 0,3% pada Agustus, setelah sebelumnya tumbuh 0,2% di Juli. Kenaikan harga bahan bakar dan pangan diperkirakan menjadi pendorong utama.
Harga kopi melonjak tajam hingga menjadi kenaikan tahunan terbesar dalam 2,5 tahun terakhir, sedangkan harga daging sapi juga melesat akibat kombinasi tarif impor dan dampak kekeringan yang mengurangi populasi ternak.
Selain itu, kekurangan tenaga kerja di sektor pertanian akibat deportasi pekerja migran ilegal di bawah pemerintahan Trump turut menekan pasokan pangan dan mendorong harga lebih tinggi.
Dalam basis tahunan hingga Juli, CPI diperkirakan naik 2,9%, terbesar dalam tujuh bulan terakhir, setelah pada Juli mencatat kenaikan 2,7%.
Baca Juga: Harga Tembaga LME Turun 0,25% ke US$9.988/Ton pada Kamis (11/9)
Harga barang konsumen siap naik
Samuel Tombs, Kepala Ekonom AS di Pantheon Macroeconomics, menjelaskan lambatnya respons CPI terhadap tarif sebagian besar karena distributor masih menjual stok lama sebelum tarif berlaku.
Namun kini, baik wholesaler maupun retailer hanya memiliki stok setara 1,3 bulan penjualan, yang berarti harga barang-barang terkena tarif akan segera sampai ke konsumen.
Tanpa memperhitungkan komponen pangan dan energi yang volatil, core CPI diperkirakan naik 0,3% untuk bulan kedua berturut-turut.
Baca Juga: China Inside: Saat Teknologi Mobil Listrik (EV) Tirai Bambu Jadi Otak Mobil Global
Kenaikan ini terutama diperkirakan datang dari barang-barang seperti pakaian dan furnitur, serta harga jasa yang lebih tinggi seiring meningkatnya permintaan perjalanan yang mendorong tarif tiket pesawat dan kamar hotel.
Secara tahunan hingga Agustus, inflasi inti (core CPI) diperkirakan naik 3,1%, sama dengan Juli.
The Fed sendiri lebih memantau indeks harga belanja konsumen (PCE) sebagai acuan target inflasi 2%. Core PCE diperkirakan naik 0,3% di Agustus atau 3,1% secara tahunan, lebih tinggi dari 2,9% pada Juli.
Meski demikian, angka itu masih bisa berubah setelah rilis data CPI.
The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan pekan depan, setelah menunda siklus pelonggaran sejak Januari karena ketidakpastian efek tarif terhadap inflasi.
Baca Juga: Harga Kedelai Dunia Dekati Level Terendah 1 Bulan, Ini Penyebabnya
“Beberapa bulan ke depan akan menjadi ujian penting untuk melihat seberapa besar tarif mendorong inflasi,” ujar Veronica Clark, Ekonom Citigroup.
“Jika harga barang tetap tertahan, bisa jadi lemahnya permintaan konsumen membatasi kemampuan pelaku usaha untuk menaikkan harga. Kondisi permintaan yang lemah inilah yang membuat kami memperkirakan The Fed masih akan melanjutkan serangkaian pemangkasan suku bunga,” tambahnya.