Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Inggris, Jerman, dan Prancis mendukung Amerika Serikat (AS) dan menyalahkan Iran atas serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi. Mereka mendesak Teheran untuk menyetujui pembicaraan baru dengan kekuatan dunia mengenai program nuklir dan misilnya.
Ketiga negara Eropa itu mengeluarkan pernyataan bersama, setelah Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu di sela-sela pertemuan tahunan para pemimpin dunia PBB di New York, Senin (23/9).
"Sudah tiba saatnya bagi Iran untuk menerima negosiasi mengenai kerangka kerja jangka panjang untuk program nuklirnya serta masalah-masalah yang berkaitan dengan keamanan regional, termasuk program misilnya dan cara pengiriman lainnya," kata Inggris, Prancis, dan Jerman dalam pernyataan bersama seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Presiden Iran: Sanksi baru atas Iran menunjukkan keputusasaan AS
Ketegangan meningkat pasca serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi pada 14 September lalu. Riyadh dan Washington menuding Iran ada di balik serangan yang memangkas 5% pasokan minyak dunia tersebut.
Tapi, Teheran berulang kali menyangkal tuduhan itu. Dan, kelompok Houthi Yaman yang berpihak ke Iran dan telah berjuang melawan koalisi militer pimpinan Arab Saudi menyatakan, pihaknya yang melakukan serangan tersebut.
"Jelas bagi kami bahwa Iran bertanggungjawab atas serangan ini. Tidak ada penjelasan masuk akal lainnya. Kami mendukung investigasi yang sedang berlangsung untuk menetapkan perincian lebih lanjut," sebut Inggris, Prancis, dan Jerman.
Baca Juga: Inggris yakin bahwa Iran ada di balik serangan pada fasilias Aramco
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berterima kasih kepada Inggris, Prancis, dan Jerman atas pernyataan mereka yang menyalahkan Iran, dengan mengatakan, "Ini akan memperkuat diplomasi dan tujuan perdamaian".
Macron telah memimpin dorongan Eropa selama musim panas untuk menemukan kompromi antara AS dan Iran. Dia ingin menggunakan pertemuan AS-Iran sebagai kesempatan untuk menghidupkan kembali diplomasi, meskipun upayanya terhenti dalam beberapa pekan terakhir.
Ketika ditanya tentang upaya Macron untuk menengahi, Presiden AS Donald Trump mengatakan: "Kami tidak membutuhkan mediator. Mereka (Iran) tahu siapa yang harus dihubungi".
Menurut Utusan Khusus AS untuk Iran Brian Hook, Senin (23/9), Washington akan mengintensifkan tekanan pada Iran. AS berusaha untuk mengatasi masalah ini melalui diplomasi dan upaya multilateral, dan ada peran bagi Dewan Keamanan PBB untuk dimainkan.
Baca Juga: Menteri Luar Negeri AS: Misi pasukan AS ke Iran dilakukan untuk langkah pencegahan
Dalam sebuah wawancara dengan NBC, Senin (23/9), PM Inggris menyebutkan, Trump adalah satu-satunya orang yang bisa melakukan kesepakatan yang lebih baik. "Saya harap akan ada kesepakatan Trump," ujar Johnson seperti dikutip Reuters.
Trump pun berkelakar pertemuan dengan Presiden Iran Hassan Rouhani saat keduanya berada di New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum AS, tetapi peluangnya tampak tipis.
"Kami belum menerima permintaan apa pun saat ini untuk sebuah pertemuan, dan kami telah menegaskan satu permintaan saja untuk tidak akan melakukan pekerjaan itu," kata Menteri Luar Negeri Iran Zarif kepada wartawan di New York. "Negosiasi harus karena suatu alasan, untuk hasil, bukan hanya untuk berjabat tangan".
Zarif mengatakan, ada persyaratan untuk pertemuan--Iran menuntut AS mencabut sanksi--dan kemudian mungkin ada pertemuan antara Iran, AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta China, pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian nuklir. Tapi, tidak akan ada pertemuan bilateral.
Baca Juga: Trump jatuhkan sanksi ke bank sentral dan dana pembangunan Iran
Kantor berita IRNA melaporkan, berbicara setelah tiba di New York pada Senin (23/9), Rouhani mengatakan, pesan Iran kepada dunia adalah perdamaian, stabilitas dan juga kami ingin memberi tahu dunia bahwa situasi di Teluk Persia sangat sensitif.