Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - LUHANSK. Sekelompok tentara Ukraina berpatroli di garis depan di Ukraina Timur, ketika mereka tiba-tiba mendengar suara granat meledak di kejauhan. Mereka berjongkok dan mulai berlari menuju parit yang aman.
Ini adalah jalur kontak perang delapan tahun lalu, saat Ukraina melawan pasukan yang didukung Rusia, yang menurut Presiden Volodymyr Zelenskiy telah merenggut 15.000 nyawa.
Rusia telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina dalam beberapa pekan terakhir, membunyikan lonceng alarm di negara-negara anggota NATO yang takut akan serangan militer baru. Hanya, Moskow menyangkal rencana semacam itu.
Para prajurit di Wilayah Luhansk, yang sebagian besar berbatasan dengan Rusia, mengatakan, mereka muak dengan ketidakpastian dan menginginkan semacam terobosan dalam konflik yang telah menahan mereka sejak 2014.
Baca Juga: Rusia: Janji Putin Tak Akan Lakukan Inisiatif Militer di Ukraina Tidak Benar
"Kami muak dengan perang yang tidak pernah berakhir ini. Sukses besar atau gagal total, biarkan mereka menyerang kami atau kami harus menyerang mereka untuk mengakhiri ketidakpastian ini. Kami semua lelah dengan ini," kata Bohdan, tentara Ukraina yang menolak memberikan nama keluarga untuk alasan keamanan, kepada Reuters.
Bohdan, 27 tahun, mantan penambang dan mahasiswa teknik penerbangan di Pavlohrad, dekat Dnipro, telah ditempatkan di garis depan selama setahun terakhir.
Meskipun senjata yang lebih besar telah terdiam selama beberapa waktu, ledakan mortir dan granat berpeluncur roket masih memecah keheningan di atas ladang yang tertutup salju.
Baca Juga: Ini Ancaman Amerika ke Kremlin Jika Rusia Menyerang Ukraina
Tentara Ukraina melakukan apa yang mereka bisa untuk mengatasi ketegangan dan melawan kebosanan.
Bohdan menghabiskan waktu berolahraga dengan barbel dan tali lompat di gym darurat yang dia bangun di parit tempat ia ditempatkan selama beberapa bulan terakhir.
Prajurit lain, Konstyantin, 44 tahun, mantan polisi dari Lviv yang aktif sejak 2014, mengungkapkan, latihan akan sangat penting jika konflik skala penuh pecah.
"Jika sesuatu dimulai, tidak mungkin untuk memprediksi apa yang akan terjadi dan merencanakannya dengan tepat. Seseorang harus bergantung pada keterampilan, kebiasaan, dan pengalamannya," ungkapnya kepada Reuters.