Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BRUSSELS/WASHINGTON. Negara-negara Barat yang terdiri atas Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris dan Kanada, menjatuhkan sanksi pada pejabat China pada hari Senin (22/3/2021) untuk pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Ini merupakan aksi terkoordinasi Barat pertama terhadap Beijing di bawah Presiden baru AS Joe Biden.
Melansir Reuters, Beijing segera membalas dengan tindakan hukuman terhadap Uni Eropa yang tampaknya lebih luas, termasuk anggota parlemen Eropa, diplomat, institut dan keluarga, dan melarang bisnis mereka berdagang dengan China.
Pemerintah Barat berusaha meminta pertanggungjawaban Beijing atas penahanan massal Muslim Uighur di barat laut China, di mana Amerika Serikat mengatakan China melakukan genosida.
China menyangkal semua tuduhan pelecehan.
Baca Juga: 2 Jet tempur Taiwan jatuh saat latihan, di tengah tekanan militer China
Reuters memberitakan, upaya terkoordinasi tersebut tampaknya menjadi sebuah awal dalam dorongan diplomatik AS bersama untuk menghadapi China dengan sekutu.
Pejabat senior administrasi AS mengatakan bahwa mereka setiap hari melakukan kontak dengan pemerintah di Eropa mengenai masalah terkait China, sesuatu yang mereka sebut "roadshow Eropa."
"Di tengah meningkatnya kecaman internasional, (China) terus melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam pernyataannya menjelang pertemuan dengan para menteri Uni Eropa dan NATO di Brussel pekan ini.
Baca Juga: AS-Jepang beri peringatan, China kirim tiga kapal perang dekati Jepang
Kementerian luar negeri Kanada mengatakan: "Bukti yang meningkat menunjukkan pelanggaran hak asasi manusia sistemik yang dipimpin oleh pemerintah China."
Aktivis dan pakar hak asasi PBB mengatakan setidaknya 1 juta Muslim telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. Para aktivis dan beberapa politisi Barat menuduh China menggunakan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi.
China menyangkal pelanggaran hak asasi di Xinjiang dan mengatakan kamp-kampnya menyediakan pelatihan kejuruan dan diperlukan untuk melawan ekstremisme.
Uni Eropa adalah yang pertama menjatuhkan sanksi pada hari Senin terhadap empat pejabat China, termasuk direktur keamanan tertinggi, dan satu entitas.
Baca Juga: China larang mobil Tesla masuk ke fasilitas militer, ini kata Elon Musk
Amerika Serikat tahun lalu telah menetapkan sanksi kepada pejabat tinggi di Xinjiang, Chen Quanguo, yang tidak menjadi sasaran sekutu Barat lainnya pada hari Senin, untuk menghindari perselisihan diplomatik yang lebih besar, kata para ahli dan diplomat.
Mereka yang menjadi sasaran Uni Eropa, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat termasuk Chen Mingguo, direktur Biro Keamanan Umum Xinjiang dan pejabat senior lainnya di kawasan itu, Wang Junzheng.
Secara terpisah, menteri luar negeri Kanada dan Inggris mengeluarkan pernyataan bersama dengan Blinken, mengatakan ketiganya bersatu dalam menuntut agar Beijing mengakhiri "praktik represif" di Xinjiang.
Baca Juga: China mengerahkan taktik perang zona abu-abu untuk menaklukkan Taiwan
Menurut mereka, bukti pelanggaran "luar biasa", termasuk citra satelit, kesaksian saksi mata, dan dokumen pemerintah China sendiri.
Mengutip Reuters, langkah itu diambil menyusul pembicaraan dua hari antara pejabat AS dan China pekan lalu, yang mengungkap ketegangan antara dua ekonomi terbesar di dunia itu.
Uni Eropa menuduh Chen Mingguo melakukan penahanan sewenang-wenang dan perlakuan merendahkan yang dilakukan terhadap warga Uighur dan warga dari etnis minoritas Muslim lainnya, serta pelanggaran sistematis atas kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Sejumlah warga China lainnya yang terkena larangan perjalanan dan pembekuan aset adalah: pejabat senior Tiongkok Wang Mingshan, mantan wakil sekretaris partai di Xinjiang, Zhu Hailun, dan Biro Keamanan Umum Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang.
Baca Juga: China jadi negara dengan pembangkit tenaga angin terbesar tahun 2020
Tidak seperti Amerika Serikat, Uni Eropa berusaha menghindari konfrontasi dengan Beijing. Sanksi hari Senin adalah tindakan signifikan pertama sejak penumpasan Lapangan Tiananmen tahun 1989, meskipun Brussels menargetkan dua peretas komputer dan sebuah perusahaan teknologi pada tahun 2020 sebagai bagian dari sanksi dunia maya yang lebih luas.
Langkah tersebut dipuji oleh Amerika Serikat.
“Tanggapan transatlantik yang bersatu mengirimkan sinyal yang kuat kepada mereka yang melanggar atau menyalahgunakan hak asasi manusia internasional,” kata Blinken.
Aksi pembalasan China
Pembalasan Beijing berlangsung cepat.
Pembalasan dari China termasuk sanksi terhadap anggota parlemen Eropa, badan pembuat keputusan kebijakan luar negeri utama UE yang dikenal sebagai Komite Politik dan Keamanan, dan dua lembaga.
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China, politisi Jerman Reinhard Butikofer, yang mengetuai delegasi Parlemen Eropa untuk China, termasuk di antara tokoh paling terkenal yang terkena dampak. Yayasan Aliansi Demokrasi nirlaba, yang didirikan oleh mantan sekretaris jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen, termasuk dalam daftar.
Sanksi China juga memasukkan nama Adrian Zenz, seorang sarjana Jerman yang penelitiannya dikutip oleh Departemen Luar Negeri Jerman tahun lalu ketika menyoroti dugaan pelanggaran di Xinjiang.
Belanda memanggil duta besar China untuk Den Haag setelah Beijing mengumumkan tindakannya terhadap 10 orang Eropa. Sementara, Parlemen Eropa, bersama dengan menteri luar negeri Jerman, Belanda, Belgia, dan menteri luar negeri lainnya, menolak pembalasan China.
“Selama hak asasi manusia dilanggar, saya tidak bisa tinggal diam. Sanksi ini membuktikan bahwa China sensitif terhadap tekanan. Biarlah ini menjadi penyemangat bagi semua kolega Eropa saya: Buka suara! ” Anggota parlemen Belanda Sjoerd Sjoerdsma, yang dimasukkan dalam daftar sanksi China, mengatakan di Twitter.
Seluruh 27 pemerintah Uni Eropa setuju dengan tindakan hukuman blok atas China tersebut. Akan tetapi menteri luar negeri Hongaria, Peter Szijjarto, menyebutnya "berbahaya" dan "tidak berguna".