Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Serangkaian kegagalan penerbitan obligasi atau biasa dikenal dengan istilah default oleh perusahaan milik negara (BUMN) China telah mengirimkan gelombang kejut di negara dengan pangsa pasar kredit terbesar kedua di dunia tersebut.
Beberapa obligasi juga bernasib lebih buruk daripada yang lain lantaran investor memilih untuk menghindari potensi ledakan berikutnya. Di antaranya yang paling merugi antara lain obligasi yang diteritkan oleh Pingdinshan Tianan Coal Mining Co, Jizhong Energy Group Co, Tianjin TEDA Investment Holding Co, dan Yunnan Health & Culture Tourism Holding Group.
Dilansir dalam artikel Bloomberg, Selasa (24/11) meskipun tidak ada perusahaan yang melewatkan pembayaran hutang, dan empat perusahaan itu mendapat peringkat AAA oleh perusahaan pemeringkat domestik di China, obligasi mereka telah jatuh setidaknya 14% sejak 10 November 2020 lalu.
Kala itu, kegagalan paling mengejutkan terjadi di produsen batubara milik China. Keraguan investor mulai bermunculan, terutama pada perusahaan peminjam atau debitur yang didukung pemerintah.
Baca Juga: Luhut sebut sejumlah kontrak diteken dalam mengembangkan baterai untuk mobil listrik
"Kali ini sebagian besar obligasi perusahaan dalam negeri paling terpukul. Gejalanya juga sama, profitabilitas mereka jauh di belakang pertumbuhan utang mereka," kata Li Yunfei, analis kredit di Pacific Securities Co.
Dia juga menambahkan, penetapan harga beberapa obligasi dalam negeri, meskipun terjadi secara tiba-tiba dan cepat adalah hasil rasional dari default yang baru-baru ini terjadi.
Pingdingshan Tianan Coal pun mengatakan, perusahaan mereka mengetahui penurunan nilai di beberapa obligasi, namun mereka menolak berkomentar lebih lanjut. Pejabat yang bertanggung jawab atas keterbukaan informasi dari Yunnan Health & Culture Tourism juga menolak untuk mengomentari perihal tersebut.
Salah satu sumber Bloomberg di Departemen Penerbitan Obligasi Tianjin Teda Investment juga menolak berkomentar. Begitu pula permintaan komentar dari Jizhong Energy.
Baca Juga: Bisnis Elektronik Tertahan Izin Impor, Pengusaha AC Belum Terima Persetujuan Impor
Beberapa hal yang dikhawatirkan investor antara lain, untuk Pingdingshan Tianan Coal utamanya diakibatkan gagal bayar pada 10 November oleh Yongcheng Coal & Electricity Holding Group. Padahal setelah itu pihak perusahaan mengadakan pertemuan untuk meredakan kekhawatiran investor menyusul penurunan obligasi dan mengirimkan dana untuk melunasi obligasi jatuh tempo sebesar US$ 76 juta.
Investor tetap tidak mau ambil risiko, terutama melihat kondisi likuiditas perusahaan. Perusahaan ini dinilai menggunakan aset likuid untuk memenuhi kewajiban utang jangka pendek, tercermin dari rasio yang turun menjadi 0,6 per September 2020 dari posisi tahun lalu 0,69 menurut data Bloomberg. Umumnya rasio di level 1 atau lebih, biasanya dianggap sehat.
Sementara untuk produsen batubara terbesar milik negara China yakni Jizhong Energy telah mengalami kerugian bersih selama delapan tahun berturut-turut sejak tahun lalu. Total utangnya, yang sebagian besar berjangka pendek, melonjak 102% menjadi ¥ 165,7 miliar antara 2012 dan 2019. Menurut data Bloombeg, rasio utangnya turun menjadi 0,48 pada akhir Juni 2020 dari 0,57 di tahun sebelumnya.
Lalu, Tianjin TEDA Investment sebagai perusahaan pembiayaan negara China juga menghadapi tekanan pendanaan. Rasionya saat ini ada di level 0,49 pada Juni 2020 dibandingkan dengan 0,46 pada akhir 2019 menurut data Bloombeg. Perusahaan juga punya obligasi jatuh tempo senilai ¥ 17,6 milair pada akhir 2021.
Baca Juga: Gudang Garam (GGRM) Masuk Usaha Jalan dan Jembatan
Pada bulan September 2020 lalu, majalah Caixin pun melaporkan bahwa pemerintah kota Tianjin telah mengadakan pertemuan dengan berbagai lembaga keuangan lokal untuk membahas dukungan ke perusahaan yang berutang. Hal ini praktis memicu kekhawatiran bagi investor.
Yunnan Health & Culture Tourism di sisi lain lebih aman. Tapi, perusahaan ini tengah diubah peta bisnisnya untuk fokus pada pariwisata budaya dan layanan kesehatan dari proyek pembangunan infrastruktur. Akan tetapi, proyek itu masih menunggu suntikan lebih lanjut dari Pemerintah setempat untuk ekspansi. Setelah sebelumnya mendapat suntikan sebesar ¥ 16 miliar pada akhir Oktober 2020.
Akibat ketidakpastian ini, Fitch Ratings pun telah menurunkan peringkatnya menjadi BBB- dari BBB ke empat perusahaan tersebut. Sedangkan China Lianhe Credit Rating Co tetap mempertahankan peringkat AAA pada perusahaan tersebut di bulan Oktober 2020.