Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM/KAIRO. Serangan udara Israel menghantam Gaza pada Selasa (18/3) dan menewaskan lebih dari 400 orang, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Serangan ini mengakhiri hampir dua bulan ketenangan relatif sejak gencatan senjata dimulai. Israel memperingatkan bahwa ini baru permulaan.
Israel dan kelompok militan Hamas saling menuduh melanggar gencatan senjata yang telah berlaku sejak Januari, memberikan jeda bagi 2,3 juta penduduk Gaza yang telah mengalami kehancuran akibat perang.
Hamas, yang masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang diculik dalam serangan mereka pada 7 Oktober 2023, menuduh Israel merusak upaya mediasi untuk mencapai kesepakatan damai permanen. Namun, Hamas tidak mengeluarkan ancaman pembalasan.
Baca Juga: Israel Minta Restu Trump Sebelum Serang Gaza?
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa serangan ini diperintahkan karena Hamas menolak proposal perpanjangan gencatan senjata.
"Mulai sekarang, Israel akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan yang semakin besar. Dan mulai sekarang, negosiasi hanya akan terjadi di bawah tekanan perang," kata Netanyahu dari markas militer Kirya di Tel Aviv.
"Hamas sudah merasakan pukulan keras dalam 24 jam terakhir. Dan saya ingin menegaskan: ini baru permulaan."
Serangan udara menghantam rumah-rumah dan kamp pengungsi dari utara hingga selatan Gaza.
Saksi mata mengatakan sebuah pesawat tempur Israel menembakkan rudal ke Gaza City pada Selasa malam.
Tembakan dari tank-tank Israel juga menghujani wilayah Gaza, menurut saksi.
Otoritas kesehatan Palestina melaporkan 408 orang tewas dalam serangan ini, menjadikannya salah satu hari paling mematikan sejak perang dimulai.
"Itu adalah malam penuh teror. Rasanya seperti hari-hari pertama perang," kata Rabiha Jamal (65 tahun), seorang ibu lima anak dari Gaza City.
Baca Juga: Gencatan Senjata Gaza Runtuh, Lebih dari 200 Warga Palestina Dibunuh Tentara Israel
Perintah Evakuasi
Warga di Beit Hanoun (utara Gaza) dan Khan Younis (selatan) meninggalkan rumah mereka setelah militer Israel memerintahkan evakuasi dari apa yang mereka sebut sebagai "zona pertempuran berbahaya."
Warga terlihat membawa barang-barang mereka, ada yang berjalan kaki, menggunakan mobil, atau becak.
Mesir dan Qatar, yang menjadi mediator gencatan senjata bersama Amerika Serikat, mengecam serangan Israel.
Sementara itu, Uni Eropa menyatakan penyesalan atas berakhirnya gencatan senjata.
Koordinator darurat PBB Tom Fletcher mengatakan bahwa "kemajuan kecil" yang dicapai selama gencatan senjata kini telah musnah.
Israel juga telah menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza selama lebih dari dua minggu, memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah terjadi.
Namun, Dorothy Shea, duta besar sementara AS untuk PBB, mengatakan bahwa Hamas adalah pihak yang bertanggung jawab atas kembalinya perang.
"Hamas bisa saja membebaskan para sandera untuk memperpanjang gencatan senjata, tetapi mereka memilih perang," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes.
Baca Juga: Israel Kembali Melancarkan Serangan Udara Besar-besaran di Gaza, 100 Warga Tewas
Korban Menumpuk di Rumah Sakit
Mantan sandera dan keluarga para sandera yang masih ditahan di Gaza menyatakan kemarahan mereka atas dimulainya kembali perang.
Di Gaza, saksi mata melaporkan tembakan tank Israel di Rafah (selatan Gaza). Anak-anak yang kebingungan duduk di samping tas berisi barang-barang mereka, bersiap untuk melarikan diri.
Di rumah sakit-rumah sakit yang kewalahan akibat 15 bulan serangan, jenazah-jenazah yang dibungkus plastik putih dengan bercak darah terlihat bertumpuk.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa banyak korban tewas adalah anak-anak, dan 562 orang lainnya terluka.
Beberapa pejabat Hamas yang tewas dalam serangan udara termasuk Essam Addalees (kepala pemerintahan Hamas), Ahmed Al-Hetta (wakil menteri kehakiman), dan Mahmoud Abu Watfa (kepala keamanan Hamas), menurut pernyataan Hamas.
Baca Juga: Serangan Udara Israel Tewaskan Sedikitnya Lima Orang di Kota Gaza Utara