Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIRUT/YERUSALEM. Israel menolak seruan global, termasuk dari sekutu utamanya Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata dengan gerakan Hizbullah pada Kamis (26/9)
Israel memilih terus melanjutkan serangan yang telah menewaskan ratusan orang di Lebanon. Hal ini semakin memicu kekhawatiran terjadinya perang regional besar-besaran.
Sebuah serangan udara Israel menghantam pinggiran ibu kota Beirut, menewaskan dua orang dan melukai 15 lainnya, termasuk seorang wanita dalam kondisi kritis, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Serangan ini menambah jumlah korban tewas menjadi 28 dari serangan semalam hingga Kamis.
Baca Juga: Ekonomi Jerman Terjebak dalam Stagnasi, Bank Terbesar di Eropa Peringatkan Hal Ini
Dalam serangan tersebut, Mohammad Surur, kepala salah satu unit angkatan udara Hizbullah, tewas, menurut dua sumber keamanan.
Ini adalah serangan terbaru yang menargetkan komandan senior Hizbullah dalam beberapa hari terakhir.
Asap terlihat membubung setelah serangan tersebut, di dekat area yang menjadi lokasi beberapa fasilitas Hizbullah, tempat banyak warga sipil juga tinggal dan bekerja.
Televisi Al-Manar milik Hizbullah menyiarkan gambar lantai atas bangunan yang rusak.
Baca Juga: Pemerintah Australia Perintahkan Ribuan Warganya Meninggalkan Lebanon
Di perbatasan Israel dengan Lebanon, militer Israel melakukan latihan yang mensimulasikan invasi darat, yang kemungkinan menjadi langkah selanjutnya setelah serangan udara yang terus-menerus.
Israel bertekad mengamankan wilayah utara dan mengembalikan ribuan warga yang dievakuasi sejak Hizbullah memulai serangan lintas perbatasan tahun lalu sebagai bentuk solidaritas dengan militan Palestina yang bertempur di Gaza.
Saat tiba di Amerika Serikat untuk berpidato di Majelis Umum PBB, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa militer Israel akan terus menyerang Hizbullah dengan "kekuatan penuh dan tidak akan berhenti sampai semua tujuan tercapai, terutama mengembalikan warga di utara ke rumah mereka dengan aman."
Sikap Israel ini memupus harapan untuk penyelesaian cepat, setelah Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati, yang pemerintahnya mencakup unsur Hizbullah, sebelumnya menyatakan harapannya untuk gencatan senjata.
Ratusan ribu orang telah mengungsi dari rumah mereka akibat pemboman Israel yang paling intens sejak perang besar pada tahun 2006.
Hizbullah, yang dibentuk oleh Garda Revolusi Iran pada 1982 untuk melawan invasi Israel ke Lebanon, telah menjadi proxy utama Teheran di Timur Tengah.
Baca Juga: Terowongan-Terowongan Hizbullah Mampu Bertahan dari Serangan Mematikan Israel
Seruan untuk Gencatan Senjata
AS, Prancis, dan beberapa sekutu lainnya menyerukan gencatan senjata selama 21 hari di perbatasan Israel-Lebanon. Mereka juga mendukung seruan untuk gencatan senjata di Gaza.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa kekuatan dunia mendesak gencatan senjata dan akan bertemu dengan pejabat Israel di New York untuk membahas hal tersebut.
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin memperingatkan risiko perang besar di Timur Tengah, tetapi menegaskan bahwa solusi diplomatik masih memungkinkan.
Lebih dari 600 orang telah tewas sejak Senin akibat serangan Israel di Lebanon. Hizbullah membalas dengan menembakkan ratusan roket ke target-target di Israel, termasuk Tel Aviv, meskipun sistem pertahanan udara Israel berhasil membatasi kerusakan.
Baca Juga: Kutuk Keras Serangan Israel ke Lebanon, Jokowi Perintahkan Evakuasi WNI
Pada Kamis, jet tempur Israel juga menghantam infrastruktur di perbatasan Lebanon-Suriah untuk menghentikan aliran senjata dari Suriah ke Hizbullah.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa sebagian besar korban pada Kamis adalah warga Suriah yang tewas di Younine, Lembah Bekaa. Lebanon saat ini menampung sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah.
Di Beirut, ribuan warga Lebanon berlindung di sekolah-sekolah. Organisasi bantuan mendistribusikan pakaian, makanan, serta obat-obatan untuk para pengungsi, termasuk lansia yang tidak sempat membawa resep mereka saat melarikan diri.
Negara-negara tetangga khawatir dengan keselamatan warganya di Lebanon. Turki bahkan mempersiapkan kemungkinan evakuasi warganya dan warga negara asing dari Lebanon.
Israel terus berfokus pada keamanan di perbatasan utara dan ingin mengembalikan sekitar 70.000 warganya yang telah mengungsi akibat serangan hampir setiap hari dari Hizbullah.