Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tri Adi
Ia mencoba mendekati Subash untuk menanyakan slot sore di transponder milik mereka. Sayangnya upaya tersebut tak berjalan mulus. Keinginan Kalanithi untuk bernegosiasi langsung dengan Subash tak pernah tercapai.
Bahkan proposalnya pun ditolak oleh seorang editor yunior di perusahaan tersebut. Sang editor menilai bahwa gagasan yang Kalanithi bawa tidak akan berhasil. Si editor itu menilai, jumlah penonton dari program-program tersebut terlalu sedikit untuk bisa mendapatkan keuntungan.
Penilaian sang editor, menurut Kalanithi, tidaklah tepat. Pasalnya empat negara bagian di India Selatan menyumbang lebih dari seperempat total populasi di India. Ditambah lagi, sepertiga dari rumah yang di kawasan ini sudah memiliki pesawat televisi. Fakta ini seharusnya menghadirkan sebuah peluang bisnis yang besar.
Tapi bagaimanapun juga ia tetap ditolak. Kalanithi tetap mencari pihak lain yang bisa membantunya. Akhirnya ia berhasil menjalin kesepakatan dengan stasiun ATN untuk meluncurkan salurannya.
Meski sudah mendapatkan transponder, namun tantangan untuknya belumlah selesai. Teknologi yang ia adopsi di India masih terbilang baru di negara tersebut. Hal ini membuat dia harus mendorong sejumlah mitra dan vendor untuk mentransformasikan bisnisnya.
Meyakinkan orang lain untuk mengubah bisnis yang telah bertahun-tahun dijalankan tentunya tidak mudah. Tak heran, ia pun membutuhkan waktu cukup lama agar tayangan Sun TV bisa berkembang sedikit demi sedikit.
Selain itu, tantangan lain juga muncul dari persaingan di bisnis penyiaran. Meski stasiun televisi swasta bermunculan, namun stasiun pemerintah masih menguasai pasar di India. Perlahan, tantangan itu bisa Kalanithi lewati hingga menjadi raja stasiun televisi seperti saat ini.
(Bersambung)