kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jaminan US$ 2 miliar bos SoftBank ke Oyo dinilai berisiko


Senin, 13 April 2020 / 14:55 WIB
Jaminan US$ 2 miliar bos SoftBank ke Oyo dinilai berisiko


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - TOKYO. Pandemi COVID-19 bikin bisnis perusahaan rintisan di bidang akomodasi Oyo Hotels & Home terganggu. Kini Oyo telah menghentikan sementara operasinya, dan meliburkan ribuan pekerjanya.

Tak cuma bagi Oyo, kondisi tersebut juga bakal merugikan investornya terbesarnya yaitu Softbank Group Corp, termasuk CEO Masayoshi Son.

Baca Juga: Trump kecam pakar yang akui AS bisa selamatkan banyak nyawa bila bergerak lebih cepat

Sementara Ritesh dalam sebuah video pekan lalu memastikan para pekerjanya akan tetap aman tanpa ada pemberhentian. Ia juga mengatakan kini, Oyo memiliki lebih dari US$ 1 miliar simpanan di bank dan tengah mengeksplorasi opsi penyelamatan bisnis dalam tiga tahun ke depan.

Oyo berpotensi menambah portofolio investasi buruk yang dimiliki SofBank seketika setelah kolapsnya WeWork. Padahal, tahun lalu SoftBank mulai mencicip keuntungan dari Oyo yang punya valuasi US$ 10 miliar. Salah satu portofolio besar yang dimiliki SoftBank.

Sementara buat Masayoshi masalah yang menimpa bisa jadi lebih pelik. Masayoshi memberikan jaminan pribadi kepada CEO Oyo Ritesh Agrawasl yang mendapatkan pinjaman senilai US$ 2 miliar dari sejumlah lembaga keuangan misalnya Mizuho Financial Group Inc.

Pinjaman tersebut digunakan Ritesh buat untuk membeli kembali saham Oyo seiring meroketnya nilai valuasi. Jika nilai valuasi merosot, dua orang ini bakal menghadapi masalah serius sebab bank bakal meminta jaminan lebih.

Baca Juga: Kapal induk China bergerak di pasifik, Taiwan kerahkan kapal perang

“Ritesh akan menghadapi masalah seketika jika penurunan marjin. Ia mungkin perlu menjual sahamnya dengan potongan harga besar-besaran,” kata Kepala Riset United First Partners dikutip dari Bloomberg, Senin (13/4).




TERBARU

[X]
×