Sumber: South China Morning Post | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Panasnya hubungan AS-China masih terus berlanjut. Baru-baru ini seorang petinggi militer AS merasa pihaknya perlu melakukan revolusi teknologi demi bisa mengalahkan China.
Jenderal Mike Milley, Kepala Staf Gabungan militer AS mengatakan bahwa pihaknya perlu sepenuhnya merangkul robotika dan kecerdasan buatan jika ingin mempertahankan keunggulan atas China.
Tidak hanya itu, Milley juga mengatakan bahwa pasukan yang berjumlah lebih kecil serta mampu dipersenjatai rudal jarak jauh perlu ditempatkan di lebih luas di seluruh Asia.
"Kita berada di tengah perubahan mendasar dalam karakter perang," ungkap Jenderal Milley, seperti dikutip dari South China Morning Post.
Baca Juga: Intelijen AS: China ingin mendominasi dunia secara ekonomi, militer dan teknologi
Terkait dengan perubahan mendasar tersebut, Milley mengutip penyebaran amunisi berpemandu presisi, drone, peralatan robotik lainnya, serta komunikasi satelit canggih.
Milley juga megatakan bahwa pihak yang menguasai beberapa aspek teknologi tersebut akan menjadi penentu dalam perang.
"Jika Anda menambahkan kecerdasan buatan dan Anda melakukan kerja sama manusia-mesin, tambahkan itu ke perangkat robotika, masukkan amunisi presisi dan kemampuan sensor, kemampuan senjata hipersonik, dan Anda akan memiliki perubahan mendasar," ungkap Milley.
Baca Juga: Angkatan Laut AS: Ancaman terbesar Amerika datang dari Rusia dan China
Milley mengatakan senjata robotik akan ada di banyak sektor dalam 10 atau 15 tahun mendatang. Ia merasa China akan bisa melakukan perubahan tersebut dengan cepat.
"Mereka tidak ingin menyamai kita, tapi melebihi kita, mendominasi kita, dapat mengalahkan kita dalam konflik bersenjata," tambah Milley yang menyoroti pesatnya perkembangan militer China.
Pandangan Milley ini seolah bertolak belakang dengan misi presiden AS terpilih, Joe Biden, yang mengatakan AS harus mengurangi jejak militernya di luar negeri, karena pangkalan permanen di tempat-tempat seperti Korea Selatan dan Bahrain membuat pasukan AS, keluarga dan staf mereka rentan.
Meskipun demikian, kabar beredar bahwa Jenderal Milley akan tetap menduduki jabatannya sebagai Kepala Staf Gabungan di era Biden nanti.