Sumber: Kyodo | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Hadir dalam pertemuan ASEAN Defense Ministers-Plus hari Rabu (16/6), Jepang mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga stabilitas keamanan di kawasan Selat Taiwan.
Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi menjadi salah satu tamu undangan yang hadir bersama dengan perwakilan dari China dan Amerika Serikat.
Pertemuan ASEAN Defense Ministers-Plus diadakan oleh ASEAN dengan Brunei berperan sebagai pemimpinnya. Pertemuan kali ini diadakan secara virtual karena pandemi Covid-19 yang belum mereda di sebagian besar negara Asia Tenggara.
Berbicara terkait situasi di sekitar Laut China Timur dan Selatan, Kishi mengatakan Jepang mengharapkan masalah ini diselesaikan secara damai melalui dialog langsung antara pihak-pihak terkait.
Dikutip dari Kyodo, Kishi juga mengkritik undang-undang China yang diterapkan pada Februari yang memungkinkan penjaga pantai China menggunakan senjata terhadap kapal asing yang dianggap negara itu memasuki perairannya secara ilegal.
Baca Juga: Dilihat sebagai ancaman, China: NATO selalu memfitnah kami
Bagi Jepang, peraturan tersebut akan sangat mengancam keselamatan para nelayannya, terutama yang beraktivitas di sekitar Kepulauan Senkaku yang disengketakan dengan China.
Tidak hanya itu, peraturan tersebut juga bisa menimbulkan kekhawatiran di kalangan nelayan di berbagai penjuru Laut China Selatan yang banyak wilayahnya diklaim oleh China.
“Undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan yang bermasalah dari sudut pandang konsistensi dengan hukum internasional, seperti ambiguitas di mana dapat diterapkan di perairan, serta kewenangan untuk menggunakan senjata," ungkap Kishi dalam sambutannya.
Secara khusus, Menteri Kishi menggarisbawahi pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, mengajak semua pihak yang hadir untuk bersama-sama menjaga keamanan.
Di Laut Cina Selatan, Cina memiliki klaim yang tumpang tindih dengan beberapa negara ASEAN dan Taiwan, dan telah menimbulkan kekhawatiran dengan melakukan militerisasi pos-pos yang telah dibangunnya di wilayah laut yang disengketakan.