Sumber: Kyodo | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Jepang, AS, dan sejumlah negara lainnya kompak menentang segala upaya PBB untuk melarang dan mengatur pengembangan serta penggunaan sistem senjata otonom yang dianggap sangat mematikan.
Senjata otonom, atau kerap disebut sebagai "robot pembunuh", pada dasarnya adalah sistem persenjataan yang mengandalkan kecerdasan buatan (AI) dalam pengoperasiannya. Senjata seperti ini bisa bekerja sendiri dengan mengandalkan kemampuan pengenalan wajah dan algoritma.
Begitu diaktifkan, senjata otonom dapat memilih dan menyerang target tanpa bantuan operator manusia. Banyak pihak menilai senjata model ini bisa menimbulkan risiko pada aspek etika, hukum dan keamanan.
Dilansir dari Kyodo, Jepang menentang upaya negosiasi dan pembicaraan mengenai aturan yang mengikat penggunaan senjata otonom. Bersama Jepang, AS, Australia, Korea Selatan, India, Rusia dan Israel juga ada di posisi yang sama.
Baca Juga: Taiwan ungkap sejumlah faktor yang akan mempersulit upaya invasi China
Pada hari Jumat (17/12), Konferensi Tinjauan Keenam Konvensi Senjata Konvensional Tertentu berakhir tanpa kemajuan. Pembicaraan mengenai aturan senjata otonom, yang telah berlangsung selama delapan tahun, masih belum menemukan hasil pasti.
Semua negara yang mendukung penggunaan senjata otonom merasa bahwa senjata model ini memberikan keuntungan militer seperti reaksi yang lebih cepat dan pengurangan paparan langsung pasukan di medan perang.
Sudah dikembangkan, tapi belum digunakan
Senjata otonom diketahui sudah mulai dikembangkan, namun belum pernah digunakan. Namun pada bulan Maret 2021, PBB melaporkan dugaan serangan drone otonom pertama di Libya.
Sebuah LSM bernama Stop Killer Robots melaporkan bahwa negara-negara seperti AS, China, Israel, Korea Selatan, Rusia, Australia, dan Inggris saat ini sudah mengembangkan senjata otonom.
Baca Juga: Rusia mulai memasang sistem rudal pantai baru di Kepulauan Kuril
China sendiri mengatakan telah menyerahkan dokumen sikap tentang aturan penggunaan teknologi AI pada militer. Ini adalah pertama kalinya China mengajukan proposal yang komprehensif dan sistematis tentang tata kelola keamanan AI dalam kerangka Konvensi PBB tentang Senjata Konvensional Tertentu.
Di saat yang sama, banyak LSM, pakar AI, serta ahli robotika juga mendorong dimulainya negosiasi tentang aturan yang mengikat senjata otonom secara hukum. Beberapa negara seperti Austria, Chili, Irlandia, dan Selandia Baru juga mendukung adanya aturan yang mengikat.
Kegagalan pembicaraan pada hari Jumat pekan lalu praktis membuat negara-negara dan organisasi non-pemerintah yang telah menyerukan aturan yang mengikat secara hukum merasa kecewa.