Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat Joe Biden, berharap proses negosiasi gencatan senjata dalam konflik Israel- melawan pejuang Hamas di Gaza bisa dimulai pada Senin depan (10/3) menjelang bulan Ramadan.
Harapan Biden ini ketika pihak yang bertikai terlibat dalam pembicaraan di Qatar, yang juga bertujuan untuk merundingkan pembebasan sandera.
Menurut biden kehadiran kedua belah pihak untuk pembicaraan secara dekat - bertemu dengan mediator secara terpisah tetapi di kota yang sama, - menunjukkan bahwa negosiasi telah lebih maju daripada sebelumnya sejak awal Februari. Pada saat itu Israel menolak tawaran balasan Hamas untuk gencatan senjata selama empat setengah bulan.
Biden mengatakan, ia berharap gencatan senjata dapat dimulai dalam beberapa hari. "Saya berharap pada awal akhir pekan, pada akhir pekan," ujarnya, ketika ditanya kapan ia mengharapkan gencatan senjata dimulai.
Baca Juga: Biden Berharap Perpanjangan Gencatan Senjata Israel-Hamas
"Menteri keamanan nasional saya memberi tahu saya bahwa kita sudah dekat. Kita dekat. Kita belum selesai. Harapan saya adalah pada Senin depan kita akan memiliki gencatan senjata," kata Biden kepada wartawan selama kunjungannya ke New York.
Seorang pejabat AS mengatakan negosiator AS telah bekerja keras untuk mendapatkan kesepakatan gencatan senjata, dengan imbalan pembebasan sandera menjelang awal Ramadan yakni pada 10 Maret.
Selain itu pejabat AS teratas telah bekerja pada masalah tersebut minggu lalu. Optimisme itu tampaknya tumbuh dari pertemuan antara Israel dan Qatar, kata pejabat tersebut.
Secara umum, Israel dan Hamas terus mengambil posisi yang jauh berbeda tentang gencatan senjata yang mungkin, sambil saling menyalahkan atas keterlambatan.
Setelah bertemu dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Ismail Haniyeh, Pimpinan Hamas mengatakan kelompoknya telah merangkul upaya untuk mengakhiri perang.
Baca Juga: Gencatan Senjata Israel-Hamas Memasuki Hari Terakhir, Berpotensi Diperpanjang
Mereka menuduh Israel mengulur-ulur waktu sementara warga Gaza banyak yang meninggal akibat pengepungan dan blokade tentara Israel.
"Kami tidak akan membiarkan musuh menggunakan negosiasi sebagai selubung untuk kejahatan ini," katanya.
Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel siap untuk kesepakatan. Namun ia menyebut kesepakatan itu terserah Hamas untuk menurunkan tuntutan yang ia deskripsikan sebagai "tuntutan dari planet lain."
"Tentu saja, kami menginginkan kesepakatan ini jika kami bisa mendapatkannya. Itu tergantung pada Hamas. Sekarang ini benar-benar keputusan mereka," katanya kepada jaringan AS Fox News. "Mereka harus kembali ke kenyataan."
Kantor Al Thani mengatakan Al Thani dan Pimpinan Hamas telah membahas upaya Qatar untuk merundingkan kesepakatan gencatan senjata "langsung dan permanen di Jalur Gaza."
Seorang sumber mengatakan kepada Reuters sebelumnya bahwa delegasi kerja Israel telah terbang ke Qatar untuk membuat pusat operasional untuk mendukung negosiasi.
Misi tersebut akan mencakup penyaringan militan Palestina yang diminta dibebaskan oleh Hamas dalam kesepakatan pembebasan sandera, kata sumber tersebut.
Namun Israel terus mempertahankan posisi, bahwa mereka tidak akan mengakhiri perang sampai Hamas dihapus, sementara Hamas mengatakan mereka tidak akan membebaskan sandera tanpa kesepakatan untuk mengakhiri perang.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Jatuh, Efek Gencatan Senjata Israel-Hamas
"Kami sepenuhnya berkomitmen untuk menghapus Hamas dari muka bumi," kata Menteri Ekonomi dan Industri Israel, Nir Barkat, kepada Reuters dalam sebuah konferensi di Uni Emirat Arab, di mana kehadirannya menandakan penerimaan terus-menerus Israel oleh negara-negara Arab yang telah menggerakkan militan Palestina.
Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters pada Senin bahwa setiap kesepakatan gencatan senjata akan memerlukan "memastikan berakhirnya agresi, penarikan pendudukan, kembalinya pengungsi, masuknya bantuan, perlengkapan perlindungan, dan pembangunan kembali."
Israel mendapat tekanan dari sekutu utamanya Amerika Serikat untuk segera menyetujui gencatan senjata. Tekanan ini sekaligus untuk mencegah serangan yang mengancam Rafah, kota di selatan Gaza di mana lebih dari setengah dari 2,3 juta penduduk enklaf tersebut berlindung. Washington khawatir serangan darat Israel bisa menjadi pembantaian massal penduduk kota itu.
Israel Ngotot Menyerang
Netanyahu bersikeras bahwa serangan terhadap Rafah masih direncanakan, dan Israel. Namun tentara pendudukan Israel memiliki rencana untuk mengevakuasi warga sipil dari jalan bahaya.
Ketika ditanya apakah Israel akan menyerang bahkan jika Washington meminta mereka untuk tidak melakukannya, Netanyahu mengatakan: "Nah, kita akan masuk. Kami membuat keputusan kami sendiri, tentu saja, tapi kita akan masuk berdasarkan gagasan juga untuk evakuasi warga sipil."
Momentum di balik perundingan Hamas Israel tampaknya telah meningkat sejak Jumat, ketika pejabat Israel membahas syarat-syarat kesepakatan pembebasan sandera di Paris dengan delegasi dari Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, meskipun tidak dengan Hamas.
Baca Juga: Tolak Usulan Genjatan Senjata Hamas, Netanyahu Siap Lanjutkan Serangan ke Rafah
Sejak serangan pejuang Hamas yang disebut Israel telah menewaskan 1.200 orang, dan menangkap 253 sandera pada 7 Oktober, tentara pendudukan Israel telah meluncurkan serangan darat total terhadap Gaza.
Akibatnya menurut otoritas kesehatan Gaza, hampir 30.000 penduduk Palestina terkonfirmasi meninggal dunia.
Dalam perkembangan yang bisa memiliki dampak pada negosiasi jangka panjang, perdana menteri Otoritas Palestina, yang memiliki kontrol sipil terbatas di sebagian dari Tepi Barat pilih mengundurkan diri pada Senin (26/2.
Mohammad Shtayyeh mengatakan ia mengundurkan diri untuk memungkinkan pembentukan konsensus luas di kalangan Palestina tentang pengaturan politik setelah perang Gaza.
Otoritas Palestina, yang diakui oleh Barat sebagai perwakilan resmi Palestina, selama ini telah kehilangan kendali atas Gaza yang dikuasai pejuang Hamas sejak tahun 2007.
Washington telah meminta reformasi sebagai bagian dari solusi keseluruhan untuk mengatur wilayah Palestina termasuk Gaza setelah perang.