Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Kisruh perbatasan antara pasukan India dan China di wilayah Himalaya di Ladakh memasuki minggu ke-15. Namun, hingga kini, belum tampak perkembangan berarti terkait terobosan dalam perundingan. Kritik terhadap pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi pun semakin kencang di New Delhi.
Mengutip South China Morning Post, tidak senang dengan apa yang mereka lihat sebagai pendekatan India yang terlalu berhati-hati, sekelompok veteran dan analis militer semakin menyerukan agar pemerintahan Modi bersikap keras terhadap Beijing.
Menurut mereka, kebuntuan yang berkepanjangan bisa berakhir dengan "membatasi" opsi militer India untuk memulihkan status quo. Ini bisa menyebabkan India kehilangan kendali atas sebidang besar tanah yang berlokasi strategis. Tak pelak, kelompok tersebut menyerukan New Delhi untuk mempertimbangkan berbagai opsi, dari menutup kedutaan besar China di Kolkata hingga membangun kasus global melawan agresi China.
Baca Juga: CPO Malaysia: Stok Merosot, India Merebut Panggung, China Masih Jawara
Brahma Chellaney, profesor studi strategis di Pusat Penelitian Kebijakan, sebuah wadah pemikir yang berbasis di New Delhi, termasuk di antara mereka yang menyerukan sanksi diplomatik dalam bentuk perampingan atau penutupan konsulat dan kedutaan besar China di India.
Dia menunjuk pada bagaimana Amerika Serikat bulan lalu memerintahkan China untuk menutup kedutaan besarnya di Houston, Texas, atas tuduhan spionase. Sebagai balasannya, China memerintahkan penutupan kedutaan Amerika di Chengdu.
Baca Juga: India stop impor 101 jenis senjata dan peralatan militer, ada apa?
“Sebagai peringatan yang ditembakkan di seluruh haluan China, India harus membatalkan keputusan tahun 2006 yang mengizinkan China untuk membuka kembali konsulatnya di Kolkata. Keputusan itu dibuat meskipun Beijing menolak untuk mengizinkan India membuka kembali konsulatnya di Lhasa,” kata Chellaney.
India memiliki kedutaan besar penuh di Lhasa, ibu kota wilayah otonom Tibet China, hingga perang Tiongkok-India tahun 1962.
Sejak pasukan India dan Tiongkok bentrok dengan tangan kosong, pentungan dan tongkat berduri pada tanggal 15 Juni, yang menyebabkan kematian 20 tentara India dan jumlah yang tidak ditentukan di pihak Tiongkok, setidaknya telah ada 11 pertemuan antara pejabat senior militer dan diplomatik dari keduanya. Kedua belah pihak terus berupaya untuk meredakan ketegangan.
Baca Juga: India sita ratusan ton bahan kimia yang sama dengan yang meledak di Lebanon
Sementara itu, New Delhi telah memberlakukan sanksi ekonomi seperti melarang perusahaan China dari proyek infrastruktur jalan raya dan membatasi impor peralatan China di sektor listrik. India juga melarang 59 aplikasi China, termasuk TikTok yang populer, dengan alasan keamanan nasional.
Namun Beijing adalah sumber impor terbesar di New Delhi. Tahun lalu, nilai pembelian India mulai barang elektronik hingga bahan-bahan farmasi di sepanjang tahun lalu mencapai US$ 70 miliar. Kendati begitu, India mencatatkan defisit perdagangan sekitar US$ 50 miliar dengan China, mitra dagang terbesarnya.
Baca Juga: Hubungan masih panas, India peringatkan China lewat jet tempur Rafale
Pravin Sawhney, mantan perwira militer yang merupakan pendiri dan editor majalah keamanan nasional Force, mengatakan China "memegang semua kartu sekarang".
"Langkah-langkah ekonomi yang diumumkan pemerintah akan lebih menyakitkan bagi India daripada China," katanya.