kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kelompok negara G7 pertimbangkan upaya untuk melawan propaganda Rusia dan China


Senin, 03 Mei 2021 / 05:50 WIB
Kelompok negara G7 pertimbangkan upaya untuk melawan propaganda Rusia dan China
ILUSTRASI. Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengadakan pertemuan bilateral selama KTT G7 di Biarritz, Prancis, 25 Agustus 2019.


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - LONDON. Kelompok negara kaya Group of Seven (G7) saat ini sedang mempertimbangakan mekanisme baru untuk melawan propaganda dan disinformasi Rusia.

Kepada Reuters, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan, Inggris mengajak mitra G7 untuk bersama-sama menyusun mekanisme perlawanan dengan cepat.

"Ketika kita melihat kebohongan dan propaganda atau berita palsu disebarluaskan, kita harus bersatu untuk memberikan sanggahan dan secara terus terang untuk memberikan kebenaran, untuk orang-orang di negara ini tetapi juga di Rusia atau China, atau di seluruh dunia," ungkap Raab.

Baca Juga: Joe Biden: Militer AS akan tetap hadir di kawasan Indo-Pasifik!

Menurut diplomat Inggris tersebut, Rusia dan China telah mencoba menabur ketidakpercayaan di Barat, baik dengan menyebarkan disinformasi dalam pemilu atau dengan menyebarkan kebohongan tentang vaksin Covid-19.

Inggris juga telah secara tegas melihat Rusia sebagai ancaman terbesar bagi keamanannya. Di sisi lain, Inggris juga melihat China sebagai tantangan jangka panjang terbesarnya secara militer, ekonomi, dan teknologi.

Pihak Rusia sempat merespons kekhawatiran tersebut dengan menyebut negara-negara Barat kini dikurung oleh histeria anti-Rusia.

"Pikirkan mengapa negara-negara yang muak dengan propaganda, justru menggunakannya sendiri untuk membenarkan intervensi bersenjata dan menggulingkan pemerintah," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Korea Utara menyatakan kebijakan Biden menunjukkan niat AS untuk bermusuhan

Sementara China, telah berulang kali melihat negara-negara Barat adalah perundung. Para pemimpin negara Barat dianggap memiliki pola pikir pasca-kekaisaran yang membuat mereka merasa dapat bertindak seperti polisi global.

Raab dijadwalkan untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Senin (3/5). Keduanya akan mengadakan pembicaraan selama seminggu dengan tujuan untuk menghidupakan kembali peran G7.

G7 dianggap harus memiliki peran penting untuk membentengi dunia dari "aktor" yang dianggap merusak tatanan internasional berbasis aturan.

"Cakupan kerja sama global yang intens, kerja sama internasional dengan mitra Amerika kami, dan bahkan G7 yang lebih luas, yang kami adakan minggu ini tidak pernah sebesar ini," kata Raab.

Para negara anggota G7, yakni Inggris, AS, Jepang, Kanada, Prancis, Jerman, dan Italia memiliki produk domestik bruto (PDB) gabungan sekitar US$ 40 triliun. Jumlah tersebut nyaris separuh dari total ekonomi global.

Selanjutnya: Respons ancaman China, militer Jepang, AS dan Prancis gelar latihan gabungan




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×