Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
MANILA. Bank sentral Filipina mengatakan, jumlah pengiriman uang ke luar negeri atawa remiten pada 2009 dari masyarakat Filipina di luar negeri mengalami tekanan untuk pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir. Sebab, terjadinya resesi di Amerika Serikat (AS) dan Jepang ikut menurunkan permintaan perawat dari Filipina.
“Tahun depan, sepertinya akan ada penurunan remiten karena mayoritas tenaga kerja Filipina di luar negeri berada di negara-negara yang terkena krisis finansial,” jelas Deputi Gubernur bank sentral Nestor Espenilla.
Selain itu, ada masalah lain yang menjadi kekhawatiran bank sentral. Salah satunya, krisis yang terjadi di AS dan sejumlah negara lain akan menyebabkan sekitar 50.000 warga Filipina di luar negeri akan kehilangan pekerjaannya.
Berdasarkan data Bloomberg, tingkat rata-rata pengangguran di Filipina pada April lalu mencapai 8%. Angka ini merupakan tertinggi kedua setelah Indonesia dibanding dengan negara-negara Asia Pasifik lainnya.
Menurut data bank sentral, tahun lalu, jumlah remiten dari warga Filipina di AS mencapai 30% dan mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 14,4 miliar. Sekadar tambahan informasi, jumlah remiten dari 8 juta warga Filipina di luar negeri menyumbang sekitar 10% perekonomian di Asia Tenggara yang totalnya mencapai US$ 144 miliar.
Sementara itu, para analis memperkirakan nilai peso akan semakin melemah di beberapa tahun ke depan akibat semakin berkurangnya nilai investasi asing dan jumlah remiten di Filipina. “Pasar global saat ini berada dalam kondisi yang buruk dan sebagian dari pekerja kita di luar negeri akan kehilangan pekerjaan,” jelas Roland Avante, tresuri Chinatrust (Filipina) Commercial Bank di Manila. Padahal tahun lalu, peso merupakan mata uang dengan performa terbaik di kawasan ini.
Bloomberg, Reuters