kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

Krisis Perbankan AS: Ada 186 Bank Lagi yang Berpotensi Bangkrut


Jumat, 05 Mei 2023 / 07:30 WIB
Krisis Perbankan AS: Ada 186 Bank Lagi yang Berpotensi Bangkrut
ILUSTRASI. Sebuah studi tentang kerapuhan sistem perbankan AS menemukan bahwa terdapat 186 bank lagi yang berisiko bangkrut. REUTERS/Dado Ruvic


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Dengan kegagalan tiga bank regional sejak Maret 2023, dan satu bank lagi tampak tertatih-tatih di tepi jurang, akankah Amerika segera melihat serangkaian kegagalan bank?

Bloomberg melaporkan, PacWest Bancorp yang berbasis di San Francisco saat ini sedang mempertimbangkan penjualan bank.

Pekan lalu, First Republic Bank menjadi bank ketiga yang bangkrut, Ini merupakan kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah AS setelah Washington Mutual, yang bangkrut pada 2008 di tengah krisis keuangan.

Melansir USA Today, setelah kebangkrutan Silicon Valley Bank dan Signature Bank pada bulan Maret, sebuah studi tentang kerapuhan sistem perbankan AS menemukan bahwa terdapat 186 bank lagi yang berisiko bangkrut bahkan jika hanya setengah dari deposan mereka yang tidak diasuransikan (deposan yang tidak diasuransikan akan kehilangan sebagian dari simpanan mereka jika bank gagal, berpotensi mendorong mereka untuk lari) memutuskan untuk menarik dana mereka.

Simpanan yang tidak diasuransikan adalah simpanan pelanggan yang lebih besar dari batas asuransi simpanan FDIC sebesar US$ 250.000.

Baca Juga: Wall Street Turun, PacWest Picu Kekhawatiran Krisis Perbankan yang Lebih Buruk

Mengapa bank daerah bangkrut?

Bank regional mengalami kebangkrutan karena kenaikan suku bunga Federal Reserve yang agresif untuk meredam inflasi telah mengikis nilai aset bank seperti obligasi pemerintah dan sekuritas yang didukung hipotek.

Sebagian besar obligasi membayar suku bunga tetap yang menjadi menarik saat suku bunga turun, menaikkan permintaan dan harga obligasi. Di sisi lain, jika suku bunga naik, investor tidak akan lagi memilih suku bunga tetap yang lebih rendah yang dibayarkan oleh obligasi, sehingga menurunkan harganya.

Banyak bank meningkatkan kepemilikan obligasi mereka selama pandemi, ketika simpanan berlimpah tetapi permintaan dan imbal hasil pinjaman lemah. Bagi banyak bank, kerugian yang belum direalisasi ini akan tetap di atas kertas. Berdasarkan keterangan Federal Reserve Bank of St. Louis, tetapi yang lain mungkin menghadapi kerugian nyata jika mereka harus menjual sekuritas untuk likuiditas atau alasan lain.

Baca Juga: IMF Wanti-Wanti Risiko Utang di Era Suku Bunga Tinggi, Indonesia Masih Aman?

“Penurunan baru-baru ini dalam nilai aset bank sangat signifikan meningkatkan kerapuhan sistem perbankan AS untuk menjalankan deposan yang tidak diasuransikan,” tulis para ekonom dalam makalah baru-baru ini yang diterbitkan di Social Science Research Network.

Tentu saja, skenario ini hanya akan berjalan jika pemerintah tidak melakukan apa-apa.

“Jadi, perhitungan kami menunjukkan bahwa bank-bank ini tentu saja memiliki potensi risiko pelarian, jika tidak ada intervensi atau rekapitalisasi pemerintah lainnya,” tulis para ekonom.

Sebelumnya, mengutip Reuters, Dana Moneter Internasional (IMF) merespons kebangkrutan First Republic Bank yang kemudian diakuisisi oleh JP Morgan Chase & Co. lewat lelang yang digelar FDIC. 

Managing Director IMF Kristalina Georgieva mengatakan setelah kebangkrutan First Republic Bank, ia memperkirakan krisis di sektor perbankan AS masih berlanjut, di mana akan ada lebih banyak bank-bank yang mengalami kerentanan akan terekspos.

Georgieva membahas topik terbesar yang terjadi saat ini di Konferensi Global Milken Institute 2023 di Beverly Hills, California, mengenai krisis perbankan yang telah membuat takut investor selama berminggu-minggu. 

Penyebabnya adalah transisi suku bunga yang cepat dari suku bunga rendah ke suku bunga yang jauh lebih tinggi. Hal ini semakin menambah penderitaan bank-bank tertentu

Meski JPMorgan berhasil menyelamatkan kebangkrutan First Republic Bank, namun Georgieva bilang bukan berarti bahwa tidak akan ada lagi bank yang bermasalah di masa yang akan datang. 

Baca Juga: The Fed Kembali Kerek Suku Bunga, Apa Untung dan Ruginya?

Sementara itu dari sisi para investor, mereka mengaku khawatir akan ada lebih banyak drama di masa mendatang karena investor dapat menargetkan bank rentan lainnya yang lebih kecil. 

Dengan demikian, IMF mengatakan ketahanan sistem keuangan global juga terus diuji dengan ketegangan yang terlihat jelas di sejumlah institusi dan pasar. 

Peristiwa bangkrutnya bank tersebut semakin menegaskan adanya tantangan yang ditimbulkan oleh interaksi antara kondisi moneter dan keuangan yang lebih ketat dan penumpukan kerentanan dalam sistem keuangan global.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×