Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Industri China kurang menggeliat di tahun lalu. Alhasil, laba perusahaan industri Tiongkok atau China terus menyusut selama tiga tahun berturut-turut pada tahun 2024.
Data resmi yang dirilis Senin (27/1) tersebut, menggarisbawahi urgensi bagi para pembuat kebijakan China untuk meningkatkan dukungan bagi ekonomi yang menghadapi ancaman tarif dari pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) di bawah Donald Trump.
Laba industri China memang tumbuh 11% pada bulan Desember 2024 dari bulan yang sama tahun lalu. Namun, sepanjang tahun 2024, laba perusahaan industri China turun 3,3%, memperpanjang penurunan 4,7% pada periode Januari-November, penurunan 7,3% pada bulan November, menurut data Biro Statistik Nasional (NBS).
Sebagai perbandingan, seperti dikutip Reuters, laba industri China turun 2,3% pada tahun 2023.
Baca Juga: Donald Trump Mengancam, Dolar AS Menguat
Lebih rinci, laba perusahaan milik negara turun 4,6% pada tahun 2024, laba perusahaan asing turun 1,7% dan perusahaan sektor swasta mencatat kenaikan laba sebesar 0,5%, menurut rincian data NBS.
Angka laba industri mencakup perusahaan dengan pendapatan tahunan setidaknya 20 juta yuan (US$ 2,74 juta) dari operasi utama mereka.
Produk domestik bruto (PDB) Tiongkok tumbuh 5% tahun lalu, mencapai target resmi, menyusul langkah-langkah stimulus pemerintah yang ekstensif. Namun, ekonomi tertekan pasar properti yang tersendat, permintaan domestik yang lesu, dan kepercayaan bisnis yang rapuh.
Harga di tingkat pabrik pada tahun 2024 berlanjut menjadi tahun kedua berturut-turut dengan penurunan, menurut data resmi, yang berdampak pada laba perusahaan dan pendapatan pekerja.
Para pembuat kebijakan pada paruh kedua tahun ini meluncurkan beberapa putaran langkah stimulus ekonomi, termasuk memperluas skema tukar tambah barang konsumen untuk memacu permintaan.
Data ekonomi Desember, yang dirilis awal bulan ini, menunjukkan pertumbuhan yang tidak seimbang, dengan hasil produksi industri mengungguli penjualan eceran, dan tingkat pengangguran terus meningkat.
Baca Juga: Menakar Efek Trump 2.0, India Paling Optimistis tapi Indonesia Hadapi Ketidakpastian
Ekspor China mengalami peningkatan pada bulan Desember, sebagian didorong oleh pabrik-pabrik yang memindahkan inventaris ke luar negeri karena mereka bersiap menghadapi risiko perdagangan yang meningkat di bawah kepemimpinan Trump.
Presiden AS Donald Trump, yang mulai menjabat pada 20 Januari, mengatakan pemerintahannya sedang membahas bea masuk sebesar 10% atas impor dari Tiongkok.