Reporter: Maria Gelvina Maysha | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Laba sektor industri di China semakin anjlok dalam dalam dua bulan pertama di tahun 2023. Itu terjadi karena permintaan yang lesu, sedangkan biaya produksi yang sangat tinggi karena China sedang berjuang untuk bebas dari efek jangka panjang pandemi.
Data dari Biro Statistik Nasional (NBS) China menunjukkan terjadi kontraksi tajam 22,9% permintaan mengikuti penurunan laba industri sebesar 4,0% di sepanjang tahun 2022. Hal ini menandakan awal tahun yang suram untuk industri manufaktur pada umumnya.
Ahli statistik NBS Sun Xiao mengaitkan penurunan tersebut dengan permintaan yang masih lemah meskipun ada peningkatan dalam hasil industri.
Baca Juga: Di China, Tingkat Perkawinan Turun dan Harga Pengantin Semakin Mahal
Sementara itu Analis China Everbright Bank, Zhou Maohua mengatakan, penurunan laba di sektor otomotif yang jadi hambatan utama pada laba manufaktur karena adanya moderasi permintaan keseluruhan, biaya produksi, memudarnya subsidi mobil, dan perang harga.
“Saat ini, harga komoditas internasional tetap tinggi dan permintaan luar negeri masih dalam tren turun,” tulis Zhou dilansir dari Reuters, Senin (27/3).
“Departemen industri dan manufaktur masih perlu menawarkan dukungan kebijakan, mengurangi tekanan fiskal, biaya dan pembiayaan, serta menstabilkan kepercayaan terhadap perusahaan,” imbuh Zhou.
Data tersebut mengikuti serangkaian indikator ekonomi China yang menunjukan pemulihan yang tidak merata akibat pertarungan tiga tahun melawan pandemi Covid.
Misalnya penjualan ritel China masih tumbuh positif, sedangkan investasi properti terus menurun meskipun ada dukungan pemerintah yang kuat untuk menghidupkan kembali pasar perumahan yang sedang kritis.
Atas masalah ekonomi China ini, pada pertemuan parlemen tahunan bulan ini, Beijing berusaha memulihkan ekonomi dan menetapkan target pertumbuhan moderat sekitar 5% untuk tahun ini.
Lalu, untuk pertama kalinya pada tahun ini, Bank Sentral China bulan ini secara tak terduga memangkas jumlah uang tunai yang harus disimpan sebagai cadangan penyokong pemulihan ekonomi.
Baca Juga: Korea Selatan Bakal Menyalip China Untuk Investasi Peralatan Produsen Chip di 2024