kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.171.000   -3.000   -0,14%
  • USD/IDR 16.750   25,00   0,15%
  • IDX 8.076   -50,78   -0,62%
  • KOMPAS100 1.120   -9,97   -0,88%
  • LQ45 800   -8,74   -1,08%
  • ISSI 281   -2,13   -0,75%
  • IDX30 420   -4,37   -1,03%
  • IDXHIDIV20 482   -3,64   -0,75%
  • IDX80 122   -1,03   -0,84%
  • IDXV30 133   0,18   0,14%
  • IDXQ30 133   -1,14   -0,85%

Malaysia Sambut Penundaan Aturan Deforestasi Uni Eropa


Kamis, 25 September 2025 / 11:40 WIB
Malaysia Sambut Penundaan Aturan Deforestasi Uni Eropa
ILUSTRASI. Harga CPO Naik: Pekerja mengangkut kelapa sawit di Bogor, Jum'at (22/5). Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC) menyambut baik langkah Uni Eropa yang kembali menunda penerapan aturan anti-deforestasi atau EUDR.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOC) menyambut baik langkah Uni Eropa yang kembali menunda penerapan aturan anti-deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). 

Penundaan tersebut dinilai memberi ruang bagi Eropa untuk memperbaiki kelemahan dalam rancangan kebijakan.

“Keputusan ini akan memberikan waktu bagi Uni Eropa untuk mengatasi kekhawatiran tentang implementasi peraturan tersebut, serta kelemahan operasional dan struktural yang signifikan,” ujar MPOC dalam pernyataan resminya, Kamis (25/9).

MPOC juga menilai kerangka kerja EUDR saat ini belum mampu mengakomodasi upaya industri yang telah melakukan investasi besar demi kepatuhan dan peningkatan praktik keberlanjutan. 

Baca Juga: Ada Aturan Deforestasi Uni Eropa, Malaysia Susun Rencana Kontigensi Ekspor Pertanian

“Terlepas dari upaya-upaya ini, kerangka kerja EUDR saat ini mengandung banyak kekurangan operasional, yang gagal menghargai kepemimpinan yang bertanggung jawab dalam praktik-praktik berkelanjutan,” tambahnya.

EUDR dirancang untuk melarang impor sejumlah komoditas, termasuk kedelai, daging sapi, kakao, dan minyak sawit, apabila terbukti terkait dengan deforestasi. 

Namun, regulasi ini mendapat tentangan dari berbagai negara produsen, seperti Brasil, Indonesia, dan Malaysia, serta mitra dagang Amerika Serikat, karena dinilai menambah beban kepatuhan dan biaya tinggi.

Uni Eropa sebelumnya menunda pelaksanaan aturan tersebut selama satu tahun. Meski begitu, Malaysia tetap menyuarakan keberatan atas klasifikasinya sebagai negara dengan kategori “risiko standar”. 

Baca Juga: Minyak Sawit Malaysia Makin Kuat, Uni Eropa Akui Sertifikasi MSPO

Berdasarkan aturan EUDR, 3% dari seluruh pengiriman dari negara “risiko standar” wajib diperiksa otoritas Eropa, sementara negara dengan status “risiko rendah” menghadapi prosedur uji tuntas yang lebih ringan.

Sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia, Malaysia menilai bahwa klasifikasi ini dapat merugikan perdagangan sekaligus menciptakan hambatan tambahan bagi industri sawit yang tengah berupaya meningkatkan standar keberlanjutan.

Selanjutnya: Pemerintah Putuskan Tarif Listrik Triwulan IV 2025 Tetap

Menarik Dibaca: Mahasiswa Bisa Adu Ide Bisnis di CALIBER Challenge 2025, Catat Syarat dan Tahapannya




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×