kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.415.000   2.000   0,08%
  • USD/IDR 16.675   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.549   40,08   0,47%
  • KOMPAS100 1.182   8,55   0,73%
  • LQ45 851   5,37   0,64%
  • ISSI 303   2,00   0,67%
  • IDX30 439   2,95   0,68%
  • IDXHIDIV20 506   2,43   0,48%
  • IDX80 132   0,73   0,55%
  • IDXV30 138   0,41   0,30%
  • IDXQ30 139   0,76   0,55%

Manufaktur Dunia Lesu: Zona Euro, China, dan Jepang Kembali Kontraksi November 2025


Senin, 01 Desember 2025 / 19:29 WIB
Manufaktur Dunia Lesu: Zona Euro, China, dan Jepang Kembali Kontraksi November 2025
ILUSTRASI. Pabrik China: Aktivitas manufaktur di Eropa dan sejumlah ekonomi besar Asia melemah pada November, menurut survei bisnis pada Senin (1/12/2025), seiring lesunya permintaan domestik dan ketidakpastian tarif yang terus membebani prospek industri.. (Photo by Hu Xiaofei/VCG)


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Aktivitas manufaktur di Eropa dan sejumlah ekonomi besar Asia melemah pada November, menurut survei bisnis pada Senin (1/12/2025), seiring lesunya permintaan domestik dan ketidakpastian tarif yang terus membebani prospek industri.

Zona euro, China, dan Jepang sama-sama mencatat kontraksi manufaktur pada bulan lalu. Namun, Inggris dan beberapa negara Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan, berdasarkan indeks manajer pembelian (PMI).

Baca Juga: BPS Prediksi Luas Panen Jagung Nasional Naik 20,91% YoY Pada November - Januari 2026

Zona Euro Kembali Melemah

Aktivitas manufaktur zona euro kembali turun ke area kontraksi pada November, sementara sektor manufaktur Jerman mengalami penurunan kondisi bisnis yang lebih tajam.

Pelemahan permintaan memaksa perusahaan di kawasan tersebut memangkas tenaga kerja pada laju tercepat dalam tujuh bulan.

Di Jerman, pesanan baru turun pada kecepatan tercepat dalam 10 bulan.

“Kondisi saat ini tetap lesu, dengan output menurun dari level yang sebelumnya sudah lemah. Hal ini mencerminkan kombinasi hambatan sektor manufaktur, termasuk tarif, kompetisi dari China, dan ketidakpastian ekonomi secara umum,” kata Leo Barincou, Senior Economist di Oxford Economics.

Ia menambahkan bahwa pelemahan permintaan membuat perusahaan tidak mampu meneruskan kenaikan biaya input ke harga jual.

Baca Juga: Standard Chartered Kerek Target PDB China Jadi 4,6% Tahun Depan

China dan Jepang Terkontraksi

Di China, produsen manufaktur terbesar dunia PMI sektor swasta kembali menunjukkan kontraksi ringan, sehari setelah data resmi mencatatkan penurunan delapan bulan beruntun, meski laju pelemahannya melambat.

“Volume kontainer di pelabuhan China nyaris tidak berubah dibanding Oktober. Jika ada peningkatan permintaan, itu tidak cukup untuk mendukung produksi karena level persediaan masih tinggi,” ujar Zichun Huang, ekonom Capital Economics. Ia menambahkan bahwa tekanan deflasi tetap kuat.

Di Jepang, pesanan baru terus turun dan memperpanjang penurunan menjadi dua setengah tahun.

Baca Juga: Rusia Berlakukan Bebas Visa 30 Hari untuk Warga China, Balasan atas Kebijakan Beijing

Inggris Pulih, Italia Bangkit, Prancis Melemah

Di antara ekonomi besar Eropa lainnya:

  • Prancis mencatat kontraksi lebih dalam akibat menurunnya produksi dan melemahnya permintaan, dengan pesanan yang turun selama tiga setengah tahun berturut-turut.
  • Italia kembali ke area ekspansi pada November, memberikan sinyal positif bagi ekonomi yang tengah tertekan.
  • Inggris, yang berada di luar Uni Eropa, mencatat pertumbuhan aktivitas manufaktur pertama sejak September 2024, didorong oleh permintaan domestik yang lebih baik dan perlambatan penurunan pesanan ekspor.

Baca Juga: Trump Sudah Tentukan Calon Ketua The Fed Baru, Ini Kandidat Terkuatnya

Asia Masih Tertekan Tarif AS

Sejumlah negara Asia lainnya terus berjuang menghadapi permintaan global yang lemah, meski perundingan dagang AS menunjukkan kemajuan.

Perusahaan-perusahaan Asia masih menghadapi ketidakpastian akibat kebijakan tarif besar-besaran Presiden AS Donald Trump.

Meskipun kesepakatan dagang terbaru dengan Jepang, Korea Selatan, serta meredanya ketegangan dengan China memberikan sedikit kelegaan, banyak pelaku usaha masih menyesuaikan diri dengan realitas baru itu.

Korea Selatan mencatat kontraksi manufaktur bulan kedua berturut-turut, meski ekspor tetap tumbuh enam bulan beruntun didorong permintaan chip dan lonjakan ekspor otomotif pasca-kesepakatan dagang dengan AS.

Taiwan masih mengalami penurunan aktivitas pabrik, namun dengan laju yang lebih lambat.

Sebaliknya, pasar negara berkembang di Asia tampil lebih baik. Indonesia dan Vietnam melaporkan pertumbuhan manufaktur yang solid, sementara Malaysia kembali bergeser ke zona ekspansi.

Selanjutnya: INCO Siapkan Tiga Proyek Smelter Nikel Senilai Rp 138,3 Triliun Tahun Depan

Menarik Dibaca: Gen Z vs Milenial vs Gen X: Begini Perbedaan Cara Mereka Bepergian




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×