Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonomi besar dunia di sektor manufaktur menunjukkan kinerja yang lesu pada Oktober 2025.
Permintaan global yang melemah serta kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump kembali menekan pesanan pabrik, terutama dari negara-negara eksportir utama.
Survei aktivitas bisnis yang dirilis Senin (3/11/2025) menunjukkan sektor manufaktur zona euro stagnan akibat pesanan baru yang datar dan penurunan tenaga kerja.
Baca Juga: Tarif AS Tekan Ekspor, PMI Manufaktur Korea Selatan Kembali di Zona Kontraksi
Di Jerman, negara dengan basis industri ekspor terbesar di Eropa pertumbuhan produksi melambat, sementara asosiasi industri mesin VDMA melaporkan pesanan anjlok tajam pada September.
Sektor manufaktur Prancis juga masih lemah, sedangkan Italia mencatat kontraksi tipis. Hanya Spanyol yang mencatat ekspansi lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya.
“Rilis akhir PMI manufaktur zona euro mengonfirmasi sektor ini masih stagnan. Pertumbuhan hanya ditopang oleh permintaan domestik, sementara pesanan ekspor terus menunjukkan sinyal peringatan, khususnya dari Prancis dan AS,” ujar Paolo Grignani, ekonom Oxford Economics.
Di Inggris, aktivitas pabrikan justru mencatat kinerja terbaik dalam setahun, meski lebih dipicu oleh lonjakan sesaat akibat kembalinya produksi Jaguar Land Rover pasca-serangan siber.
Sementara itu di Asia, optimisme terhadap perbaikan hubungan dagang AS dengan China dan Korea Selatan belum mampu memulihkan kepercayaan eksportir.
Aktivitas manufaktur China melambat, sedangkan Korea Selatan mencatat penurunan, dengan pesanan ekspor di kedua negara terus merosot.
Baca Juga: Ekonomi China Goyah: PMI Manufaktur Anjlok 7 Bulan Beruntun
Data resmi PMI China menunjukkan kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut, memperkuat sinyal bahwa lonjakan ekspor akibat percepatan pengiriman sebelum tarif baru diberlakukan telah berakhir.
“Ekonomi China kehilangan momentum pada Oktober. Pertumbuhan manufaktur dan konstruksi sama-sama melambat. Meski ada kesepakatan dagang baru dengan AS, dampaknya terhadap ekspor tampaknya hanya terbatas,” kata Zichun Huang, ekonom Capital Economics.
Pekan lalu, Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat untuk menunda tarif timbal balik selama satu tahun, namun para analis menilai langkah ini belum menyentuh akar persoalan dalam hubungan dagang kedua negara.
Sementara Beijing berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi sekitar 5% pada 2025 tanpa menambah stimulus besar, data perdagangan menunjukkan ekspor China naik berkat pasar baru, meski pengiriman ke AS anjlok 27% secara tahunan.
Baca Juga: Aktivitas Manufaktur Asia Lesu pada Oktober 2025, Tekanan Ekspor ke AS Masih Terasa
Korea Selatan juga mencapai kesepakatan dagang baru dengan AS yang menurunkan tarif untuk beberapa produk, namun hasilnya dianggap sekadar kompromi agar tidak tertinggal dalam perdagangan global.
Berbeda dengan tren tersebut, India justru mencatat percepatan aktivitas manufaktur berkat permintaan domestik yang kuat, mampu menahan dampak penurunan ekspor.
Di kawasan Asia Tenggara, aktivitas manufaktur Malaysia dan Taiwan masih melemah, sementara Vietnam dan Indonesia menunjukkan peningkatan pertumbuhan sektor industri.













