Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MANILA. Filipina perlu melakukan lebih dari sekadar aksi protes tindakan ilegal China terhadap angkatan lautnya selama misi pasokan rutin di Laut China Selatan pekan lalu.
Hal tersebut ditegaskan oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr pada Kamis (27/6/2024), tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Melansir Reuters, seorang pelaut Filipina terluka cukup parah pada tanggal 17 Juni 2024 setelah terjadi insiden oleh Penjaga Pantai Tiongkok.
Pernyataan ini dibantah oleh China. Beijing mengatakan bahwa tindakan tersebut sah dilakukan.
“Kami telah mengajukan lebih dari seratus protes, kami telah melakukan demarche dalam jumlah yang sama,” kata Marcos kepada wartawan di Manila.
“Kita harus melakukan lebih dari itu,” katanya, tanpa memberikan rincian lebih jauh.
Marcos menambahkan, tidak ada tembakan yang dilepaskan dalam insiden tersebut, sehingga tindakan China tidak dapat dianggap sebagai serangan bersenjata.
Baca Juga: Tegang dengan China, Filipina Belum Minta Dukungan AS untuk Pasok Pasukannya di LCS
Dia menyebutnya sebagai tindakan yang disengaja untuk menghentikan pasokan pasukan Filipina yang ditempatkan di Second Thomas Shoal yang disengketakan.
Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan tersebut.
Amerika Serikat, yang mengutuk tindakan China, menegaskan kembali komitmennya terhadap Filipina melalui panggilan telepon antara Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan mitranya dari Filipina pada hari Rabu.
Menurut Gedung Putih, penasihat keamanan nasional negara-negara tersebut juga berbicara pada hari Rabu tentang tindakan berbahaya dan eskalasi China di sekitar dangkalan tersebut.
Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mencatat pakta pertahanan bersama AS-Filipina mencakup serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata Filipina, kapal umum, atau pesawat terbang - termasuk milik Penjaga Pantai Filipina - di mana pun di Laut China Selatan.
Baca Juga: Marcos: Filipina Tak Bermaksud Memicu Perang dengan China
Laut China Selatan, yang penting bagi perdagangan global, telah menjadi titik konflik utama dalam hubungan yang tegang antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
Amerika Serikat terikat oleh perjanjian pertahanan bersama yang telah berlaku selama tujuh dekade untuk membela Filipina dari serangan bersenjata terhadap pesawat terbang, atau kapal umum, di perairan sibuk tersebut.
“Perlu ditekankan bahwa masalah Terumbu Karang Ren'ai bukanlah urusan Amerika Serikat,” Wu Qian, juru bicara kementerian pertahanan Tiongkok, mengatakan pada konferensi pers, menggunakan nama China untuk Second Thomas Shoal.
“Sangat berbahaya dan tidak bertanggung jawab bagi Amerika Serikat untuk menghasut dan mendukung pelanggaran dan provokasi Filipina,” tambah Wu.
Baca Juga: Filipina Tuntut China Ganti Rugi Kerusakan dan Mengembalikan Senjata
Dia menolak perjanjian Filipina dengan Amerika dan menilainya sebagai ancaman yang tidak berguna.
China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk wilayah yang diklaim oleh Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Pengadilan internasional menolak klaim ekspansif China pada tahun 2016. Namun keputusan ini ditolak oleh Beijing.