Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - LOS ANGELES. Tentara Marinir Amerika Serikat (AS) akan bergabung dengan pasukan Garda Nasional di jalanan Los Angeles dalam dua hari ke depan, menurut pernyataan para pejabat pada Rabu (11/6).
Di mana mereka diberi wewenang untuk menahan siapa pun yang menghalangi petugas imigrasi dalam operasi razia, atau demonstran yang menghadang agen federal.
Presiden AS Donald Trump memerintahkan pengerahan ini meskipun mendapat penolakan dari Gubernur California Gavin Newsom, sehingga memicu perdebatan nasional mengenai penggunaan militer di dalam negeri dan menyulut protes yang meluas dari Los Angeles ke kota-kota besar lain seperti New York, Atlanta, dan Chicago.
Baca Juga: Trump Kerahkan Marinir ke Los Angeles, Operasi Razia Imigran Diperluas
Los Angeles memasuki hari keenam unjuk rasa pada Rabu, yang sebagian besar berlangsung damai namun sesekali diwarnai kekerasan, terutama terbatas di beberapa blok pusat kota.
Protes bermula pada Jumat lalu sebagai respons atas serangkaian penggerebekan imigrasi. Trump kemudian memanggil Garda Nasional pada Sabtu, dan pada Senin memerintahkan pengerahan Marinir.
“Kalau saya tidak bertindak cepat, Los Angeles mungkin sudah terbakar habis saat ini,” kata Trump dalam sebuah acara di John F. Kennedy Center for the Performing Arts.
Namun, para pemimpin negara bagian dan lokal membantah klaim itu, menyebut bahwa Trump justru memperkeruh situasi dengan pengerahan militer yang tidak perlu dan ilegal.
Sementara itu, Partai Demokrat secara nasional mengecam langkah Trump sebagai tindakan otoriter.
Trump sedang melaksanakan janji kampanyenya untuk mendeportasi imigran, dengan taktik yang agresif sesuai dengan gaya politiknya yang kerap menabrak norma dan telah membuatnya terpilih dua kali.
“Presiden Trump berjanji untuk menjalankan kampanye deportasi massal terbesar dalam sejarah Amerika, dan kerusuhan dari kelompok kiri tidak akan menghentikan usahanya,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt.
Baca Juga: Inilah Penyebab Kerusuhan di Los Angeles, KJRI Minta WNI Waspada
Militer AS menyatakan bahwa satu batalion yang terdiri dari 700 Marinir telah menyelesaikan pelatihan khusus untuk misi di Los Angeles, termasuk pelatihan de-eskalasi dan pengendalian massa.
Mereka akan bergabung dengan Garda Nasional di bawah wewenang hukum federal yang dikenal sebagai Title 10 dalam waktu 48 jam.
Namun, militer menegaskan bahwa mereka tidak akan melakukan tugas kepolisian sipil, melainkan melindungi petugas dan properti federal.
“Pasukan Title 10 dapat menahan seseorang untuk sementara dalam keadaan tertentu, seperti mencegah penyerangan, mencegah bahaya bagi orang lain, atau mencegah gangguan terhadap petugas federal yang sedang bertugas,” ujar Komando Utara AS.
Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri, Tricia McLaughlin, menyatakan dalam pernyataannya: “Jika ada perusuh yang menyerang petugas ICE (Imigrasi), personel militer memiliki wewenang untuk menahan mereka sementara hingga aparat penegak hukum melakukan penangkapan.”
Mayor Jenderal Angkatan Darat AS, Scott Sherman, yang memimpin satuan tugas gabungan Marinir dan Garda Nasional mengatakan kepada wartawan bahwa Marinir tidak akan membawa peluru aktif di senapan mereka, namun mereka tetap membawa amunisi hidup.
Baca Juga: Kemlu: 2 WNI Terjaring Razia Imigrasi AS di Los Angeles karena Berstatus Ilegal
Gubernur Newsom dan Negara Bagian California telah menggugat Trump dan Departemen Pertahanan untuk menghentikan pengerahan tersebut, dengan alasan bahwa tidak ada kondisi yang terpenuhi dalam Title 10 yang dapat membenarkan pengerahan militer, seperti adanya ancaman invasi asing atau pemberontakan.
California juga mengajukan permohonan perintah penahanan sementara agar pengerahan Garda Nasional dan Marinir dihentikan segera dari keterlibatan dalam penegakan hukum sipil.
Sidang terkait perintah penahanan itu dijadwalkan pada Kamis (12/6) di pengadilan federal San Francisco.
Pemerintahan Trump berargumen dalam dokumen pengadilan bahwa presiden memiliki kewenangan untuk menentukan apakah suatu “pemberontakan atau ancaman pemberontakan” memerlukan respons militer.