Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sebagai CEO Facebook, sebuah bisnis yang menarik perhatian miliaran orang, Mark Zuckerberg memiliki kekuasaan yang sangat luar biasa.
"Itulah yang membuat Chief Executive Officer Facebook ini dijuluki sebagai pria paling berbahaya di dunia," jelas profesor Scott Galloway, profesor di New York University Sterb School of Business seperti yang dikutip dari CNBC.
Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg, Galloways mengomentari langkah Facebook yang mengintegrasikan layanan pesan dari berbagai platform miliknya: WhatsApp, Instagram dan Facebook Messenger. Seperti yang diketahui, Facebook membeli Instagram pada 2012 dan WhatsApp di 2014.
Saat konsumen masih bisa menggunakan seluruh aplikasi messenger ini secara individual, ketiga layanan ini akan berjalan dengan sokongan infrastruktur teknis yang sama jika rencana Zuckerberg yang ditargetkan kelar pada akhir tahun ini atau awal 2020 berjalan mulus.
"Mark Zuckerberg mencoba mengekripsi tulang belakang antara WhatsApp, Instagram dan platform inti, Facebook. Dengan langkah itu, dia memiliki satu jaringan komunikasi sekitar 2,7 miliar orang," jelasnya.
Faktanya, data Facebook menunjukkan, lebih dari 2,7 miliar orang menggunakan setidaknya satu dari layanan milik Facebook setiap bulannya. Dan rata-rata, lebih dari 2,1 miliar orang menggunakan Facebook, Instagram, WhatsApp atau Messenger setiap hari.
"Fakta bahwa kita akan memiliki satu individu yang memutuskan algoritma dan encrypted backbone dari 2,7 miliar orang merupakan hal yang sangat menakutkan - di luar apapun maksud dari orang itu," kata Galloway kepada Bloomberg.
“Perlindungan utama bagi masyarakat adalah keanekaragaman media / sudut pandang, pemeriksaan dan keseimbangan,” kata Galloway.
Dia menambahkan, masyarakat harus peduli dengan gagasan bahwa satu set algoritma, dikendalikan oleh satu orang yang tidak dapat digantikan akan memiliki pengaruh signifikan terhadap platform di mana miliaran pengguna Facebook di seluruh dunia mengonsumsi informasi setiap hari.
Masalah lain yang relevan terkait Zuckerberg dan Facebook, kata Galloway, adalah raksasa jejaring sosial tersebut telah menghadapi kritik profil tinggi tentang "aktor jahat" (seperti propaganda Rusia) menggunakan platform untuk menyebarkan informasi yang salah dan menabur perselisihan melalui Facebook dan Instagram.
"[Zuckerberg] belum menunjukkan kemampuan, atau kemauan, untuk memastikan mesin kiamat ini tidak akan dipersenjatai (berulang kali) oleh aktor jahat," kata Galloway.
"Sementara itu, langkah Facebook untuk mengintegrasikan infrastruktur sebenarnya bisa menjadi upaya untuk membangun pertahanan terhadap kemungkinan kasus antimonopoli yang tertunda," kata Galloway.
Pada akhir Juli, Departemen Kehakiman AS mengatakan bahwa pihaknya membuka tinjauan antimonopoli beberapa perusahaan teknologi terbesar di negara itu. Namun, tidak disebutkan nama perusahaan secara spesifik. Mengutip laporan Wall Street Journal, Departemen Kehakiman meluncurkan ulasan tersebut berdasarkan "ancaman baru bagi Washington" dari Facebook, Google, Amazon dan Apple.
Munculnya wacana memecah Facebook karena sudah terlalu besar dan berpengaruh besar beberapa waktu belakangan memang sudah mulai mengemuka. Salah satu tokoh yang menyuarakan agar Facebook dipecah adalah Chris Hughes, yang merupakan pendiri Facebook.
Namun, wacana ini ditolak oleh eksekutif Facebook, termasuk Zuckerberg yang mengembangkan Facebook di kampus Harvard bersama Hughes. Galloway juga bilang, apabila nanti Facebook sudah menyatu dengan Instagram dan WhatsApp, upaya pemecahan akan semakin sulit.
Facebook dapat berdalih bahwa pemecahan dapat menumbangkan bisnis jejaring sosialnya, sekaligus segala manfaat positif yang dimiliki. Selain itu, Facebook dinilai juga bakal mengatakan pihaknya tidak dapat bersaing melawan raksasa-raksasa media sosial China, seperti WeChat hingga Tik Tok.