Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Hubungan erat antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan CEO Tesla serta SpaceX, Elon Musk, kini memasuki babak baru yang penuh ketegangan.
Setelah berbulan-bulan bekerja sama erat dalam kebijakan pemerintahan dan strategi pemilu, keduanya kini terlibat dalam perseteruan terbuka yang mengejutkan banyak pihak, termasuk lingkaran dalam Gedung Putih.
Ketegangan Meningkat Setelah Kritik Musk terhadap RUU Pajak Trump
Perselisihan ini memuncak setelah Musk secara terbuka mengecam RUU pajak dan belanja besar-besaran yang diusulkan Trump, menyebutnya sebagai “penghinaan menjijikkan” dan secara fiskal “ceroboh.”
Menurut Kantor Anggaran Kongres AS (CBO), rancangan undang-undang ini berpotensi menambah utang publik AS sebesar US$2,4 triliun dari total utang saat ini yang mencapai US$36,2 triliun.
Sumber internal Gedung Putih menyebutkan bahwa Trump awalnya memilih menahan diri karena masih berharap pada dukungan politik dan finansial Musk menjelang pemilu sela 2026.
Baca Juga: Hubungan Memburuk, Trump dan Elon Musk Berseteru Soal RUU Pajak dan Belanja AS
Namun, pada Kamis sore, suasana hati Trump berubah drastis. Ia tidak lagi berkomunikasi dengan Musk sejak serangan verbal tersebut dimulai dan, menurut salah satu ajudannya, marah besar terhadap unggahan Musk di platform X yang dinilai sebagai “tirade gila.”
Serangan Balasan Trump: "Saatnya Lepaskan Sarung Tangan"
Dalam pernyataan publik di hadapan Kanselir Jerman Friedrich Merz di Oval Office, Trump menyatakan bahwa dirinya "sangat kecewa" pada mantan penasihat dekatnya itu. Tak lama kemudian, Trump menanggapi lewat platform Truth Social:
“Cara termudah menghemat miliaran dolar dalam anggaran adalah dengan mengakhiri subsidi dan kontrak pemerintah untuk Elon.”
Tak tinggal diam, Musk membalas di X dengan mengisyaratkan pembentukan partai politik baru dan mendukung seruan untuk pemakzulan Trump dari seorang aktivis kanan yang dekat dengannya.
Dari Sekutu Strategis Menjadi Lawan Politik
Perpecahan ini sangat mengejutkan, mengingat kedekatan keduanya yang tidak lazim dalam sejarah politik AS. Musk sebelumnya menikmati akses istimewa ke Gedung Putih dan dipercaya membentuk kebijakan melalui entitas informal bernama “Departemen Efisiensi Pemerintahan.”
Tahun lalu saja, Musk menghabiskan hampir US$300 juta untuk mendukung kampanye Trump dan Partai Republik.
Namun, relasi itu mulai merenggang ketika Trump secara sepihak menarik pencalonan Jared Isaacman — tokoh pilihan Musk — sebagai Administrator NASA. Langkah tersebut dipandang sebagai penghinaan langsung terhadap Musk dan sinyal berkurangnya pengaruh politiknya.
Dampak Finansial dan Politik
Perseteruan ini langsung berdampak pada pasar keuangan. Saham Tesla anjlok hingga 14% pada Kamis sebelum mulai pulih pada Jumat. Di sisi lain, Gedung Putih mulai mempertimbangkan potensi kerugian dari hilangnya dukungan Musk — terutama dalam menjangkau pemilih muda, komunitas teknologi, dan pendonor besar.
Di pihak Musk, konflik ini dapat membuka jalan bagi peningkatan pengawasan pemerintah terhadap bisnisnya, termasuk kontrak federal dan potensi penyelidikan regulasi.
Baca Juga: Trump dan Elon Musk Saling Serang di Media Sosial, Ini Rincian Cuitan Keduanya
Apa Selanjutnya?
Meski beberapa pejabat Gedung Putih yakin bahwa undang-undang andalan Trump tetap akan disahkan, banyak yang terkejut dengan cepatnya perubahan dinamika hubungan ini.
"Baru minggu lalu kami merayakan kepergian Elon dari pemerintahan, dan Presiden mengatakan ‘Elon sebenarnya tidak pergi.’ Sekarang dia menjadi pengkritik utama," ujar salah satu pejabat senior.
Belum ada tanda-tanda bahwa hubungan ini akan diperbaiki dalam waktu dekat. Gedung Putih menyebut keretakan ini sebagai “episode yang disayangkan dari Elon, yang kecewa karena RUU tidak memasukkan kebijakan yang ia inginkan.”