Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tri Adi
David kemudian melihat potensi bisnis dari jual beli hunian. Menurutnya untuk menjalankan bisnis ini tidaklah membutuhkan otak yang begitu cerdas serta latar belakang pendidikan tinggi.
Meski demikian, berbisnis properti memiliki risiko tinggi. Bila gagal, David bisa kehilangan semuanya. Bahkan keluarganya bisa terlilit utang dalam jumlah yang besar. Namun David percaya diri karena didukung istrinya dan memulai bisnis properti.
Pada tahun 1986, David memulai bisnisnya. Ia menggunakan kartu kredit untuk membeli dua unit rumah seharga US$ 89.000 ketika itu. Tidak butuh waktu lama, investasi awal tersebut berhasil ia jual. Ia pun bisa mengantongi margin yang lumayan dari penjualan iti.
Selepas membayar utangnya ke bank, ia meminjam lagi untuk membeli lebih banyak properti lain. Hal ini terus ia lakukan secara perlahan hingga sudah cukup banyak portofolio yang David tangani.
Dari pengalaman ini,. ia sadar utang bisa jadi teman untuk bisa meraih kesuksesan di bisnis ini.
Dari situ pula, ia lantas mendirikan Lightstone agar bisa makin serius menjalankan bisnis properti. Berkantor pusat di Manhattan, New York, Lightstone kini memiliki portofolio properti sebesar US$ 2 miliar. Di antaranya mencakup 11.000 apartemen dan 3.200 kamar hotel bertaraf nasional. Ada pula kawasan perkantoran dan industri dengan total luas mencapai 6 juta kaki persegi.
Selain memiliki properti sendiri, Lightstone juga menjalankan bisnis pengembang dengan beberapa mitra. Setidaknya, David memiliki proyek 25 outlet mal di seluruh negeri. Total luas dari proyek-proyek tersebut mencapai 8 juta kaki persegi.
Kekayaan pribadi David juga terus bertambah. Forbes memprediksi kekayaan pribadi pria yang kini berusia 55 tahun ini mencapai US$ 1,45 miliar.
(Bersambung)