Sumber: Fox Business | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. TikTok, platform media sosial yang telah menjadi fenomena global, saat ini menghadapi tantangan besar di Amerika Serikat. Ancaman larangan aplikasi ini, yang bisa terjadi pada 19 Januari 2025 jika tidak ada perubahan, memunculkan berbagai spekulasi dan rencana untuk menyelamatkannya.
Salah satu pihak yang terlibat dalam upaya penyelamatan ini adalah Kevin O'Leary, yang dikenal dengan julukannya "Mr. Wonderful" melalui acara Shark Tank. O'Leary, bersama dengan Frank McCourt, pendiri Project Liberty, berencana untuk membeli aset TikTok di Amerika Serikat dan merestrukturisasi platform ini dengan fokus pada privasi pengguna.
Mengatasi Krisis: Membeli Aset TikTok dari ByteDance
O'Leary dan McCourt mengusulkan untuk membeli aset TikTok yang dimiliki oleh ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di China. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa TikTok dapat tetap beroperasi di Amerika Serikat, tanpa kekhawatiran terkait pengaruh politik China yang sering dikaitkan dengan platform tersebut.
Kedua investor ini berencana untuk merevitalisasi TikTok dengan mengutamakan privasi pengguna, yang menjadi perhatian utama setelah berbagai kontroversi mengenai potensi TikTok sebagai alat pengawasan.
Baca Juga: Miliarder AS Frank McCourt Ajukan Tawaran untuk Akuisisi Aset TikTok di AS
Mereka berencana untuk memperkenalkan perubahan besar dalam struktur algoritma TikTok, yang selama ini menjadi sorotan, terutama mengenai kemampuannya untuk mengakses data pribadi pengguna.
O'Leary menegaskan bahwa mereka akan memberikan pengguna hak untuk memutuskan apakah mereka ingin berbagi data mereka dengan TikTok. Lebih dari itu, pengguna yang memilih untuk berbagi data akan mendapatkan bagian dari pendapatan iklan yang dihasilkan oleh platform tersebut.
Menawarkan Kepemilikan Data kepada Pengguna TikTok
Salah satu aspek utama dalam rencana O'Leary adalah memberdayakan pengguna dengan memberikan mereka kepemilikan atas data pribadi mereka. Dalam model baru ini, pengguna TikTok yang memilih untuk berbagi data mereka akan menerima imbalan finansial dari pendapatan iklan yang dihasilkan oleh platform.
Hal ini, menurut O'Leary, akan memberikan keuntungan ganda, yaitu meningkatkan rasa aman dan kepercayaan pengguna terhadap platform, sekaligus menciptakan model monetisasi yang lebih adil bagi pengguna.
Langkah ini juga merupakan upaya untuk menghilangkan kekhawatiran tentang TikTok yang dianggap sebagai alat pengawasan yang digunakan oleh pemerintah China.
Dengan memberikan kendali lebih besar kepada pengguna atas data pribadi mereka, O'Leary dan McCourt berharap dapat meredakan ketegangan politik yang muncul, sambil memastikan TikTok tetap relevan dan diterima di pasar Amerika Serikat.
Meningkatkan Kepercayaan dan Meningkatkan Jumlah Pengguna
Salah satu tujuan utama O'Leary dan McCourt adalah untuk meningkatkan jumlah pengguna TikTok di Amerika Serikat.
Dengan memprioritaskan privasi pengguna dan menawarkan model bisnis yang lebih transparan, mereka berharap dapat mengembalikan kepercayaan yang hilang dari pengguna yang sebelumnya enggan menggunakan TikTok karena masalah privasi dan pengawasan.
Baca Juga: Apakah TikTok Akan Diblokir Bulan Ini? Fakta Jelang Sidang Mahkamah Agung
O'Leary memprediksi bahwa TikTok dapat melampaui 200 juta pengguna di AS jika perubahan ini diterapkan dengan sukses.
"Ini tentang mengembalikan kepercayaan. Kami akan memperkenalkan transparansi yang lebih besar dan memungkinkan pengguna untuk memiliki kendali penuh atas data mereka," ujar O'Leary dalam sebuah wawancara.
Dengan pendekatan yang lebih terbuka dan berorientasi pada kebutuhan pengguna, TikTok dapat kembali menjadi platform yang diinginkan oleh lebih banyak orang.
Membuka Peluang Kerja Sama Global
Selain perubahan dalam struktur privasi, O'Leary juga melihat potensi besar untuk mengembangkan TikTok secara global. Salah satu langkah yang dia usulkan adalah menjadikan TikTok lebih terbuka terhadap platform lain.
Misalnya, memungkinkan pengguna untuk membagikan konten mereka antara TikTok dengan platform media sosial lainnya seperti Instagram, X (sebelumnya Twitter), dan Truth Social.
Dengan menciptakan integrasi lintas platform yang lebih luas, O'Leary berharap dapat menarik lebih banyak pengguna dari berbagai negara dan menjadikan TikTok sebagai bagian dari ekosistem media sosial yang lebih besar. Hal ini, menurutnya, akan memperkuat posisi TikTok sebagai platform media sosial utama di dunia.
Meningkatkan Prospek TikTok di Pasar Internasional
TikTok saat ini menghadapi larangan di beberapa negara, termasuk India, yang telah memblokir aplikasi ini karena masalah terkait keamanan data. O'Leary berencana untuk mengatasi masalah ini dengan memastikan bahwa TikTok beroperasi sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku di berbagai negara.
Dengan memperkenalkan kebijakan yang lebih ramah pengguna dan transparan, TikTok diharapkan dapat kembali diterima di pasar-pasar yang sebelumnya menutup aksesnya.
Menurut O'Leary, perubahan ini akan membuka peluang bagi TikTok untuk berkembang pesat di negara-negara seperti India, Swiss, Prancis, Kanada, dan Jerman.
TikTok, yang saat ini memiliki 170 juta pengguna di Amerika Serikat, berpotensi untuk menjadi jaringan televisi terbesar di dunia dalam waktu dua tahun jika langkah-langkah tersebut diimplementasikan dengan baik.
Baca Juga: Kreator TikTok Dihantui Ketidakpastian Jelang Keputusan Terkait Pelarangan Platform
Tantangan yang Dihadapi: Keputusan Mahkamah Agung AS
Upaya O'Leary dan McCourt untuk membeli aset TikTok di Amerika Serikat sangat bergantung pada keputusan Mahkamah Agung AS yang akan datang terkait undang-undang yang mengatur larangan TikTok.
Jika Mahkamah Agung mendukung larangan tersebut, ByteDance akan dipaksa untuk menjual aset TikTok atau menghadapi penghapusan aplikasi dari toko aplikasi di Amerika Serikat.
O'Leary percaya bahwa keputusan Mahkamah Agung yang mendukung larangan akan menguntungkan bagi tawaran mereka, karena ByteDance akan dihadapkan pada pilihan sulit: menjual TikTok kepada investor atau melihat nilainya lenyap begitu saja.
O'Leary juga mencatat bahwa ada sekitar 30 hingga 40 miliar dolar AS yang terkait dengan nilai pemegang saham Amerika dalam TikTok, yang akan hilang jika aplikasi ini dihentikan secara permanen.