kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   -1.000   -0,06%
  • USD/IDR 16.265   -85,00   -0,53%
  • IDX 7.073   -92,58   -1,29%
  • KOMPAS100 1.039   -16,65   -1,58%
  • LQ45 818   -13,93   -1,67%
  • ISSI 212   -2,57   -1,20%
  • IDX30 421   -5,97   -1,40%
  • IDXHIDIV20 506   -5,92   -1,16%
  • IDX80 118   -2,08   -1,73%
  • IDXV30 121   -1,72   -1,40%
  • IDXQ30 139   -1,80   -1,29%

Meroketnya Harga Kopi, Pebisnis Beralih ke Produk Berkualitas Rendah


Kamis, 30 Januari 2025 / 23:24 WIB
Meroketnya Harga Kopi, Pebisnis Beralih ke Produk Berkualitas Rendah
ILUSTRASI. Pekerja menunjukkan biji kopi robusta setelah proses penyangraian di salah satu tempat produksi UD Berkat Kopi Jaya Desa Ujong Baroh, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Senin (20/1/2025). Dalam sehari pelaku usaha mampu memproduksi bubuk kopi secara tradisional sebanyak 120 hingga 220 kilogram atau 5.720 kilogram per bulan yang kemudian dipasarkan ke sejumlah daerah di Aceh dan Sumatera Utara dengan harga jual berkisar antara Rp40.000 hingga Rp120.000 per kilogram tergantung kualitas biji kopi. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/YU


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan harga kopi lebih dari 90% sepanjang tahun 2024 lalu, menyebabkan permintaan kopi dari berbagai pasar utama dunia menurun. Termasuk dari negara berpendapatan rendah yang kerap menjadi andalan, juga ikut loyo lantaran terbentur penurunan kondisi ekonomi. Konsumen juga mulai berhemat dan lebih memilih mengkonsumsi kopi yang berasal dari produksi lokal dalam negeri.

Pada saat yang sama, permintaan kopi di Amerika Serikat (AS) dan negara yang berpendapatan tinggi seperti Eropa juga mulai melemah. Sehingga industri kopi semakin bergantung pada konsumen dari negara-negara berkembang. Namun, negara berkembang juga sepertinya tidak bisa diandalkan dan mulai ada perlambatan.

Baca Juga: Tahun 2025, Harga Rokok & Vape Naik, Ini Rincian Resmi Dari Pemerintah

Di Vietnam, kelompok industri kopi melaporkan, kenaikan harga kopi yang cukup tinggi menyebabkan beberapa pembeli ragu untuk memesan dalam jumlah besar. Di Indonesia, beberapa roaster juga beralih menggunakan biji kopi dengan kualitas yang lebih rendah. Sementara dari Brasil, pengiriman dari produsen utama Brasil ke China juga mulai melambat.

Kepala Riset dan Analis Kopi Sucres et Denrees SA dikutip Bloomberg mengatakan, negara dengan pendapatan lebih rendah akan terpengaruh akan kenaikan harga ritel kopi. "Bisa jadi kami mengalami kerugian jika kondisi terus berlangsung," jelas dia.

Kenaikan terjadi setelah harga kopi jenis arabika yang digunakan untuk campuran premium, melonjak 94% dalam 12 bulan terakhir dan mencapai rekor tertinggi baru di minggu ini. Harga berjangka kopi jenis robusta juga melonjak. Cuaca buruk di Brasil dan Vietnam, pemasok kopi nomor 2, merusak panen dan memicu defisit secara global.

Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak kopi hanya dikonsumsi di negara-negara penghasil kopi itu sendiri. Data dari Organisasi Kopi Internasional menunjukkan, hampir satu dari tiga kantong kopi kini dikonsumsi di negara-negara yang memproduksi kopi.

Pangsa terus bertumbuh secara konsisten. Namun ada kekhawatiran apakah negara-negara penghasil kopi akan mempertahankan tingkat konsumsi karena harga kopi terus naik dan mempengaruhi daya beli masyarakat.

Baca Juga: Pernyataan FOMC Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) 29 Januari 2025

Pavel Cardoso, Presiden Asosiasi Industri Kopi Brasil, Abic menyebut, kebiasaan menyeduh kopi di rumah mungkin tidak hilang tetapi jumlah yang disiapkan setiap hari akan dikurangi agar lebih hemat. Konsumen di Indonesia pun melakukan hal yang sama. Kedai kopi yang berkembang pesat karena peningkatan pendapatan di Asia Tenggara memacu impor kopi. Tapi kini, Moelyono Soesilo, Kepala Industri Kopi Hilir Asosiasi Eksportir dan

Industri Kopi Indonesia mengatakan, para pemanggang kopi domestik di Indonesia beralih menggunakan biji kopi kualitas rendah. Bahkan mereka lebih banyak menambahkan jagung panggang, beras, dan kacang tanah untuk menggantikan biji kopi.

Lalu, di China menurut Michael Von Luehrte, konsultan dan veteran pasar kopi, aktivitas kedai kopi di China lebih lambat ini menunjukkan permintaan yang melemah. "Budaya konsumsi kopi di China baru saja dimulai," kata Von Luehrte. Namun, dengan melemahnya ekonomi konsumen kembali berhemat dan kembali pada kebiasaannya mengkonsumsi teh. 

   

.

Selanjutnya: Wall Street Rises as Gains in Meta, Tesla Offset Microsoft Slump

Menarik Dibaca: Serial Korea When Life Gives You Tangerines Bakal Tayang di Netflix



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×