Sumber: WSJ | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rusia bereaksi dengan kemarahan yang tidak biasa atas penangkapan pendiri Telegram, Pavel Durov, oleh otoritas Prancis.
Bagi Moskow, Telegram bukan sekadar aplikasi media sosial, melainkan alat penting bagi tentara dan mata-mata Rusia untuk komunikasi di medan perang, termasuk panduan artileri, koordinasi pergerakan, dan pengumpulan intelijen.
Telegram: Aplikasi Strategis Militer Rusia
Telegram telah menjadi tulang punggung komunikasi militer Rusia, terutama setelah invasi ke Ukraina pada tahun 2022. Tentara Rusia mengalami kesulitan berkomunikasi satu sama lain, dan lalu lintas radio yang tidak terenkripsi mudah disadap oleh pihak Ukraina.
Baca Juga: Tak Keluar Paris, Pendiri Telegram Pavel Durov Harus Bayar Jaminan US$ 5,56 Juta
Teknologi komunikasi modern yang terbatas dan ketergantungan pada teknologi Soviet yang usang membuat Rusia beralih ke platform komersial untuk mengatasi kekurangan ini.
Sementara militer Ukraina lebih memilih platform Barat seperti Signal atau Discord, Rusia memilih Telegram yang berbasis di Uni Emirat Arab, sebuah negara yang memiliki hubungan baik dengan Moskow. Mereka menganggap aplikasi ini lebih tahan terhadap intelijen sinyal Barat.
Kebergantungan Militer Rusia pada Telegram
Menurut Aleksey Rogozin, penasihat parlemen Rusia dan mantan eksekutif senior industri militer, "Banyak yang bercanda bahwa penangkapan Pavel Durov pada dasarnya adalah penangkapan kepala perwira sinyal angkatan bersenjata Rusia." Rogozin juga mengungkapkan bahwa transmisi intelijen, penargetan artileri, penyiaran umpan drone, dan banyak lagi sering dilakukan melalui Telegram.
Tentara Rusia mengakses Telegram melalui jaringan ponsel atau terminal satelit Starlink, yang awalnya digunakan secara eksklusif oleh pasukan Ukraina tetapi kini lebih sering dioperasikan oleh unit Rusia di wilayah yang diduduki di Ukraina.
Telegram bukanlah sistem komunikasi yang secara resmi disetujui untuk militer Rusia, tetapi sistem obrolan pribadi dan pesan langsungnya digunakan secara taktis oleh tentara dan beberapa unit militer untuk koordinasi di medan perang, menurut Dmitri Alperovitch, ketua Silverado Policy Accelerator, sebuah lembaga think tank di Washington.
Baca Juga: Akhirnya Presiden Prancis Macron Angkat Bicara Soal Penangkapan CEO Telegram Durov
Selain itu, relawan Rusia yang memasok drone, teropong malam, kendaraan, dan bantuan lainnya kepada unit militer beroperasi hampir secara eksklusif melalui Telegram. Layanan ini juga menawarkan platform media sosial yang menguntungkan bagi propagandis perang Rusia, dengan jutaan pelanggan, yang bekerja sama erat dengan Kementerian Pertahanan Rusia.
Dampak Penahanan Durov terhadap Rusia
Penahanan Durov oleh otoritas Prancis memicu respons yang jauh lebih marah dari yang diharapkan, mengingat keadaan kepergian pengusaha tersebut dari Rusia pada tahun 2014.
Pada saat itu, Durov melepaskan sahamnya di VKontakte, sebuah platform media sosial yang ia ciptakan, untuk menghindari keharusan memenuhi permintaan dinas intelijen Rusia untuk memberikan rincian pengguna Ukraina yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang terkait dengan Revolusi Maidan melawan Presiden Viktor Yanukovych yang didukung Moskow.
Setelah berita penahanan Durov di bandara Paris muncul akhir pekan lalu, beberapa anggota parlemen Rusia secara terbuka menyerukan untuk menukarnya dengan orang Barat yang ditahan di Rusia. Setelah meninggalkan Rusia, Durov memperoleh kewarganegaraan Prancis, St. Kitts and Nevis, dan U.A.E.
Pada hari Rabu, otoritas kehakiman Prancis mengajukan tuduhan awal terhadap Durov atas tuduhan termasuk penolakan untuk bekerja sama dalam penyelidikan aktivitas ilegal di Telegram. Ia ditempatkan di bawah pemantauan pengadilan, dilarang meninggalkan Prancis, dan bisa menghadapi hukuman hingga 10 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Baca Juga: Siapakah Pavel Durov? CEO Aplikasi Telegram yang Ditangkap di Bandara Bourget Prancis
Media Rusia melaporkan adanya instruksi luas dari lembaga pemerintah untuk menghapus riwayat obrolan Telegram, meskipun juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, membantah bahwa perintah semacam itu telah dikeluarkan.
Aleksey Zhuravlev, wakil ketua komite pertahanan parlemen Rusia, mengatakan bahwa militer Rusia akan dengan mudah dapat menggantikan Telegram, sebuah pernyataan yang disambut dengan skeptisisme oleh blogger militer Rusia terkemuka.
Direktur dinas intelijen eksternal Rusia, Sergey Naryshkin, baru-baru ini menyatakan harapannya agar Durov tidak membagikan informasi apa pun yang dapat merugikan negara Rusia kepada pemerintah Prancis atau Barat lainnya. "Saya sangat berharap dia tidak akan membiarkannya," kata Naryshkin dalam sebuah wawancara dengan kantor berita TASS.