kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Militer Rusia: Serangan rudal balistik apa pun, kami balas dengan nuklir


Minggu, 09 Agustus 2020 / 23:50 WIB
Militer Rusia: Serangan rudal balistik apa pun, kami balas dengan nuklir


Sumber: Washington Post | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Rusia akan menganggap rudal balistik apa pun yang diluncurkan ke wilayahnya sebagai serangan nuklir yang memerlukan pembalasan nuklir, militer negeri beruang merah memperingatkan dalam sebuah artikel yang terbit Jumat (7/8).

Peringatan keras di surat kabar militer resmi Rusia, Krasnaya Zvezda (Bintang Merah) itu ditujukan kepada Amerika Serikat (AS), yang terus mengembangkan senjata non-nuklir jarak jauh.

Artikel tersebut menyusul dokumen yang Presiden Vladimir Putin teken Juni lalu tentang kebijakan penangkal nuklir yang mengizinkan penggunaan senjata atom sebagai tanggapan atas apa yang bisa menjadi serangan konvensional yang menargetkan infrastruktur pemerintah dan militer Rusia.

Dalam artikel di Krasnaya Zvezda, perwira senior Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia Mayor Jenderal Andrei Sterlin dan Kolonel Alexander Khryapin menyatakan, tidak akan ada cara untuk menentukan, apakah serangan rudal balistik dilengkapi dengan hulu ledak nuklir atau konvensional, sehingga militer Rusia akan melihatnya sebagai serangan nuklir.

Baca Juga: Saingi AS, Rusia siapkan rudal dan drone bawah laut bertenaga nuklir

"Setiap rudal yang menyerang akan dianggap membawa hulu ledak nuklir," kata artikel  di Krasnaya Zvezda seperti dikutip The Washington Post. 

"Informasi tentang peluncuran rudal akan secara otomatis diteruskan ke kepemimpinan militer-politik Rusia, yang akan menentukan cakupan tindakan pembalasan oleh pasukan nuklir, tergantung pada situasi yang berkembang," sebut artikel itu

Argumen tersebut mencerminkan kekhawatiran lama Rusia tentang pengembangan senjata yang bisa memberi AS kemampuan untuk melumpuhkan aset militer utama dan fasilitas pemerintah tanpa menggunakan senjata atom.

Sejalan dengan doktrin militer Rusia, kebijakan penangkal nuklir baru menegaskan kembali, negeri beruang merah dapat menggunakan senjata nuklir sebagai respons terhadap serangan nuklir atau agresi yang melibatkan senjata konvensional yang "mengancam keberadaan negara".

Baca Juga: Putin: Angkatan Laut Rusia akan dipersenjatai nuklir hipersonik dan drone bawah laut

Apa yang Rusia lihat sebagai agresi

Dokumen kebijakan tersebut memberikan penjelasan perinci tentang situasi yang bisa memicu penggunaan senjata nuklir, termasuk serangan senjata atom atau pemusnah massal lainnya terhadap Rusia atau sekutunya.

Selain itu, dokumen kebijakan itu menyatakan, Rusia dapat menggunakan persenjataan nuklirnya jika menerima "informasi yang bisa dipercaya" tentang peluncuran rudal balistik yang menargetkan wilayah mereka atau sekutunya. Termasuk,  "tindakan" terhadap fasilitas negara atau militer Rusia yang vital.

Hubungan Washington-Moskow berada di posisi terendah pasca-Perang Dingin karena krisis Ukraina, tuduhan campur tangan Rusia dalam Pemilihan Presiden AS 2016, dan perbedaan lainnya.

Para pejabat Rusia telah menganggap program pertahanan rudal yang AS pimpin dan rencananya untuk menempatkan senjata di orbit sebagai ancaman utama. Alasannya, kemampuan baru itu dapat menggoda Washington untuk menyerang Rusia dengan impunitas guna menangkis serangan balasan.

Baca Juga: Poseidon, senjata nuklir hari kiamat milik Rusia yang bikin Amerika gentar

Artikel di Krasnaya Zvezda menekankan, publikasi kebijakan penangkal nuklir baru dimaksudkan untuk secara jelas menjelaskan apa yang Rusia lihat sebagai agresi.

"Rusia telah menetapkan garis merah, kami tidak menyarankan siapa pun untuk menyerang," kata artikel tersebut. 

“Jika musuh potensial berani melakukan itu, jawabannya pasti akan menghancurkan. Secara spesifik, tindakan pembalasan, seperti di mana, kapan, dan seberapa banyak, akan ditentukan oleh kepemimpinan militer-politik Rusia, tergantung pada situasinya," ujar artikel itu.




TERBARU

[X]
×