Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Aliansi pertahanan negara-negara Barat, NATO, mengaku khawatir dengan adanya kemungkinan Rusia memberikan dukungan terhadap program nuklir Korea Utara.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, melakukan kunjungan ke Korea Utara pada hari Selasa (18/6). Ini merupakan kunjungan pertama pemimpin Rusia ke Korea Utara dalam 24 tahun.
Dalam kunjungan kenegaraan tersebut, Putin tentu disambut hangat oleh sejawatnya, Kim Jong Un. Kedua pemimpin berjanji untuk memperdalam hubungan perdagangan dan keamanan.
Putin juga berkomitmen untuk mendukung Korea Utara melawan AS, sekutu dekat saingan beratnya, Korea Selatan.
Baca Juga: Amerika Cemas dengan Kunjungan Putin ke Korea Utara, Ini Alasannya
Kekhawatiran NATO
Hubungan dekat Rusia dan Korea Utara membuat negara-negara Barat gelisah.
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, secara terbuka menyampaikan kekhawatirannya dalam konferensi pers setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, hari Selasa.
Stoltenberg mengatakan, pihaknya khawatir Rusia akan mulai terlibat dalam program pengembangan senjata nuklir yang terus diupayakan oleh Korea Utara.
"Kami tentu saja juga prihatin dengan potensi dukungan yang diberikan Rusia kepada Korea Utara dalam mendukung program rudal dan nuklir mereka," kata Stoltenberg, dikutip Reuters.
Baca Juga: Punya 500 Hulu Ledak, China Bangun Persenjataan Nuklir Lebih Cepat dari Negara Lain
Tidak hanya hubungan Rusia-Korea Utara, Sekjen NATO juga mengkhawatirkan hubungan Rusia-China.
Menurutnya, dukungan ekonomi China telah membuat Rusia bertahan di masa perang. Hal tersebut dianggap telah menunjukkan bagaimana tantangan keamanan di Eropa sangat erat hubungannya dengan Asia.
Atas dasar itu, NATO mengincar kerjasama lebih erat dengan Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang.
"Mereka tidak dapat terus menjalin hubungan perdagangan yang normal dengan negara-negara di Eropa dan pada saat yang sama memicu perang terbesar yang pernah kita saksikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua," lanjut Stoltenberg.