Niai merger & akuisisi di Inggris turun

Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Yudho Winarto

LONDON. Aksi merger dan akuisisi perusahaan di Inggris menurun sepanjang tahun ini. Hal ini efek keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan menurunnya nilai tukar poundsterling terhadap dollar AS.

Total nilai merger dan akuisisi Inggris pada tahun ini mencapai US$ 177,5 miliar. Angka tersebut menurun tajam dari tahun 2015 sebesar US$ 394,8 miliar.

Jumlah itu juga lebih rendah dari rata-rata nilai aksi merger dan akuisisi di Inggris yang senilai US$ 139,3 miliar dalam lima tahun terakhir. Inggris menjadi negara terbesar dalam aksi merger dan akuisisi perusahaan setelah Amerika Serikat dan China.

Aksi merger dan akuisisi perusahaan yang terakhir di Inggris yakni Twenty First Century Fox, perusahaan milik Rupert Murdoch yang menawar saham perusahaan televisi kabel asal Inggris, Sky.

"Brexit seharusnya tidak lagi menjadi bencana bagi aksi merger dan akuisisi di Inggris. Justru hal tersebut menjadi stimulus para investor asing lantaran devaluasi mata uang," ujar Tim Gee, partner di firma hukum Baker & McKenzie seperti dikutip Reuters.

Jumlah pembelian yang dilakukan oleh asing jauh lebih banyak ketimbang aksi yang dilakukan oleh perusahaan domestik Inggris. Pada tahun 2016, merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan dari luar mencapai US$ 143,7 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang senilai US$ 85,9 miliar.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Thomson Reuters nilai akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan domestik pada tahun 2016 ini hanya sebesar US$ 33,7 miliar. Lebih rinci, Thomson Reuters pun memaparkan ada 1.355 penawaran domestik, angka terendah dalam dua dekade terakhir.

Pada tahun 2015 merupakan tahun rekor untuk merger dan akuisisi. Serangkaian penawaran jumbo diantaranya Anheuser Busch InBev yang mengakuisisi SABMiller senilai US$ 110,3 miliar, serta Shell yang merger BG Group senilai US$ 53 miliar.

Valuasi murah

Keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) memang memicu gejolak politik dan keuangan di Inggris. Akibatnya, poundsterling melemah cukup dalam terhadap dollar AS. Meski demikian, Brexit justru menguntungkan bagi ekonomi Inggris.

Hal ini nampak dari data ekonomi yang ditunjukkan oleh Inggris masih tangguh. Bahkan tak membuat aksi merger dan akuisisi terhenti.

Seminggu setelah Theresa May menggantikan posisi David Cameron menjadi Perdana Menteri Inggris, Softbank perusahaan asal Jepang menawar perusahaan desainer cip ARM Holdings senilai US$ 30,7 miliar. "Saya salah satu orang pertama yang bertaruh Betelah Brexit," ujar Masayoshi Son, pendiri Softbank.

Setelah Softbank, menyusul Fox yang berniat membeli perusahaan televisi berbayar, Sky dengan nilai kesepakatan US$ 14,6 miliar. Pelemahan poundsterling membuat valuasi perusahaan Inggris lebih murah 10% hingga 20%.