Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Morgan Stanley memprediksi normalisasi aktivitas produksi China di tengah wabah virus corona alias Covid-19 akan berlangsung secara bertahap dan berjalan lambat. Ketidakpastian laju penyebaran virus yang berpusat di Hubei tersebut membuat risiko disrupsi terhadap perekonomian China dan global semakin meningkat.
Dalam riset yang diterima Kontan.co.id, Morgan Stanley menilai normalisasi aktivitas produksi di China terbukti berlangsung dalam laju yang lambat. Sebab, jumlah pekerja migran yang kembali ke China pasca libur Tahun Baru Imlek masih di bawah 40%, seiring dengan larangan wisata dan karantina lokal yang masih berjalan sampai saat ini.
Baca Juga: Morgan Stanley bersiap akuisisi E*Trade senilai US$ 13 miliar
"Padahal hampir 300 juta orang dari total 783 juta orang pekerja di China merupakan pekerja migran,” tulis Tim Ekonom Morgan Stanley dalam riset tersebut.
Selain itu, pembatasan oleh otoritas lokal China juga menyebabkan macetnya arus logistik dan rantai pasok sehingga pembukaan kembali aktivitas produksi perusahaan-perusahaan tak berjalan optimal.
Tim analis sektoral Morgan Stanley menyebut, tingkat produksi di China sampai dengan akhir pekan lalu baru mencapai 30%-50% dari normalnya. Sampai akhir Februari ini, tingkat produksi diperkirakan hanya akan mencapai 60%-80% dari normalnya.
Produksi di sektor barang konsumen, seperti makanan dan minuman, sektor tambang, mesin truk untuk industri, dan elektronik berpotensi meningkat hingga 80% dari normalnya.
Namun, sektor peralatan asli (OEM) untuk otomotif dan pakaian, juga sektor semen masih hanya akan berproduksi pada tingkat 40%-60% dari normalnya di akhir Februari ini.
“Normalisasi aktivitas produksi di seluruh sektor diproyeksi baru akan terjadi pada pertengahan hingga akhir Maret nanti,” lanjut Morgan Stanley.
Dengan mempertimbangkan seluruh proyeksi aktivitas produksi tersebut, Morgan Stanley meramal pertumbuhan ekonomi China di kuartal I-2020 akan tertekan hingga 180 basis poin (bps), yaitu menjadi hanya 4,2% yoy dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 lalu sebesar 6% yoy.
Sedangkan ekonomi global diprediksi hanya akan tumbuh 2,5% yoy pada kuartal I-2020 akibat normalisasi aktivitas produksi China yang lambat ini.
Baca Juga: Kota industri China yang dilanda virus corona mulai berproduksi lagi, ini ceritanya
Namun jika perlambatan aktivitas produksi melebihi yang diprediksi, Morgan Stanley menyatakan bukan tak mungkin ekonomi China makin terpuruk ke angka pertumbuhan hanya 3,5% pada kuartal I-2020.
Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dunia juga lebih rendah lagi di kuartal pertama yaitu hanya 2,25% dan berpotensi lanjut menekan kinerja perekonomian global hingga kuartal II-2020.
“Jika normalisasi produksi di China tidak tidak terjadi juga sampai akhir Maret nanti, ini dapat menyebabkan gangguan yang lebih besar pada rantai pasokan global, dengan efek limpahan (spillover) negatif terhadap pertumbuhan negara-negara lain di dunia,” tandas lembaga internasional tersebut.