Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - LONDON/MOSKOW. Kelompok produsen minyak OPEC+ disebut-sebut akan mempertimbangkan kenaikan produksi minyak yang lebih besar dari 411.000 barel per hari (bph) untuk Juli mendatang, menurut sejumlah sumber yang mengetahui pembahasan internal organisasi tersebut.
Langkah ini akan menjadi kelanjutan dari kebijakan peningkatan produksi yang telah dilakukan pada Mei dan Juni, di mana delapan negara anggota OPEC+ secara bertahap menaikkan output mereka.
Baca Juga: Harga Minyak Bersiap Catat Penurunan Mingguan, Ada Ekspektasi Kenaikan Produksi OPEC+
Menurut laporan Reuters sebelumnya, Arab Saudi dan Rusia, dua pemimpin utama OPEC+, mendorong strategi ini sebagai bentuk sanksi tidak langsung terhadap anggota yang kelebihan produksi, sekaligus untuk merebut kembali pangsa pasar global yang sempat tergerus.
“Delapan negara anggota OPEC+ sudah menaikkan output secara agresif. Namun, pasokan tambahan ini justru menekan harga minyak di pasar global,” ungkap salah satu sumber, Jumat (30/5).
Pertemuan resmi OPEC+ dijadwalkan pada Sabtu (1/6/2025). Sumber internal menyebut, selain opsi kenaikan 411.000 bph, akan ada usulan peningkatan yang lebih besar dari angka tersebut.
Sikap Kazakhstan Bisa Jadi Pemicu
Sinyal dari Kazakhstan yang menyatakan tidak akan memangkas produksi seperti yang dijanjikan sebelumnya, menambah dinamika dalam diskusi OPEC+.
Baca Juga: Harga Minyak Terkoreksi pada Jumat (30/5) Pagi, Investor Cermati Pertemuan OPEC+
“Pernyataan Kazakhstan menambah urgensi diskusi untuk menaikkan pasokan lebih besar pada Juli,” kata salah satu sumber.
Hingga saat ini, belum ada komentar resmi dari pihak OPEC, maupun otoritas di Arab Saudi dan Rusia terkait isu tersebut.
Langkah OPEC+ ini berpotensi mempengaruhi harga minyak dunia, terutama jika pasar melihat sinyal bahwa kelompok tersebut lebih fokus pada pangsa pasar daripada menjaga harga tetap tinggi.
Sebagai catatan, harga minyak mentah Brent saat ini berada di kisaran US$ 82 per barel, melemah dari posisi puncaknya awal tahun yang sempat menembus US$ 90 per barel.