Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pejabat senior dari otoritas kesehatan China menyarankan seluruh warga untuk tidak melakukan kontak fisik langsung dengan orang asing demi mengurangi risiko cacar monyet.
Kekhawatiran mulai muncul setelah kasus cacar monyet pertama di China ditemukan pada hari Jumat (16/9) lalu.
Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, mengajak seluruh warga agar menghindari kontak fisik langsung dengan orang asing agar risiko penularan berkurang.
"Untuk mencegah kemungkinan infeksi cacar monyet dan sebagai bagian dari gaya hidup sehat kita, disarankan agar Anda tidak melakukan kontak kulit langsung dengan orang asing," tulis Wu dalam halaman Weibo pribadinya hari Sabtu (17/9).
Baca Juga: WHO: Kita Bisa Menghilangkan Penularan Cacar Monyet
Wu juga meminta warga untuk menghindari kontak antar-kulit dengan orang-orang yang baru kembali dari luar negeri dalam kurun waktu tiga minggu terakhir.
"Perlu dan sangat penting untuk memperkuat pengawasan dan pencegahan epidemi cacar monyet di tingkat sosial," lanjut Wu, seperti dikutip Reuters.
Pesan Wu mendapat beragam respons dari warga China. Bahkan, kolom komentar sempat ditutup pada hari Minggu hingga Senin dini hari.
Beberapa warga mempertanyakan mengapa hanya orang asing yang diwaspadai dan dianggap berbahaya. Padahal, sebagian besar dari mereka telah terjebak di China dalam waktu lama karena pembatasan Covid-19 yang ketat.
Baca Juga: China Daratan Melaporkan Kasus Cacar Monyet Pertama
Kasus cacar monyet pertama di China ditemukan pada seseorang yang tiba dari luar negeri di Chongqing, wilayah barat daya China.
Pemerintah memastikan bahwa risiko penularan sangat rendah karena orang tersebut langsung dikarantina setibanya di Chongqing. Semua kontak dekat diisolasi dan ditempatkan di bawah pengawasan medis.
Cacar monyet hingga saat ini telah hadir di sekitar 90 negara. Virus ini telah dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai darurat kesehatan global.
WHO mencatat ada lebih dari 60.000 kasus yang dikonfirmasi. Beberapa negara non-endemik untuk virus ini pun telah melaporkan kematian terkait penyakit tersebut.