Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATIKAN. Para kardinal Gereja Katolik Roma akan memulai proses pemilihan paus baru pada Rabu dengan menggelar konklaf tertutup di Kapel Sistina, Vatikan.
Mereka akan mengisolasi diri dari dunia luar hingga berhasil memilih pemimpin baru yang diharapkan mampu mempersatukan Gereja global yang beragam namun terpecah.
Konklaf akan diawali dengan misa publik di Basilika Santo Petrus. Setelah itu, para kardinal akan memasuki Kapel Sistina, tempat yang dihiasi lukisan dinding ikonik, untuk memulai sidang rahasia guna mencari pengganti Paus Fransiskus yang wafat bulan lalu.
Secara historis, tidak ada paus yang langsung terpilih pada hari pertama. Oleh karena itu, proses pemungutan suara dapat berlangsung beberapa hari hingga salah satu dari para kardinal memperoleh mayoritas dua pertiga suara yang dibutuhkan untuk menjadi paus ke-267.
Baca Juga: Paus Fransiskus Wafat, Bagaimana Proses Pemilihan Paus Baru dalam Masa Konklaf?
Pada hari Rabu hanya akan dilakukan satu putaran pemungutan suara. Selanjutnya, para kardinal dapat memberikan suara hingga empat kali per hari. Surat suara akan dibakar setelah setiap putaran.
Asap hitam dari cerobong kapel menandakan belum tercapainya konsensus, sementara asap putih disertai denting lonceng menandai terpilihnya paus baru bagi 1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia.
Paus memiliki pengaruh yang melampaui batas Gereja Katolik, kerap menjadi suara moral dunia dan pengingat hati nurani yang tidak tertandingi oleh pemimpin global mana pun.
Dalam misa sebelum konklaf pada Rabu pagi, para kardinal berdoa agar Tuhan membimbing mereka dalam memilih paus baru yang akan memiliki "perhatian penuh" terhadap dunia.
Dalam khotbahnya, Kardinal Giovanni Battista Re dari Italia mengingatkan para kardinal untuk menanggalkan "setiap pertimbangan pribadi" dan hanya memikirkan "kebaikan Gereja dan kemanusiaan."
Baca Juga: Bagaimana Proses Pemilihan Paus Baru pada Konklaf? Ini Sistem Voting dan Durasinya
Kardinal Re, yang kini berusia 91 tahun dan menjabat sebagai dekan Dewan Kardinal, tidak ikut serta dalam konklaf karena hanya kardinal berusia di bawah 80 tahun yang memiliki hak memilih.
Selama beberapa hari terakhir, para kardinal menyampaikan pandangan berbeda mengenai kriteria paus berikutnya. Sebagian menginginkan kelanjutan visi Paus Fransiskus yang terbuka dan reformis.
Yang lain menginginkan kembali pada tradisi lama. Banyak yang berharap pada kepemimpinan yang lebih stabil dan dapat diprediksi.
Sebanyak 133 kardinal dari 70 negara dijadwalkan mengikuti konklaf kali ini, meningkat dari 115 kardinal dari 48 negara pada konklaf terakhir tahun 2013. Kenaikan ini mencerminkan upaya Paus Fransiskus untuk memperluas jangkauan Gereja ke wilayah-wilayah terpencil dengan jumlah umat yang sedikit.
Tidak ada kandidat unggulan yang jelas, meskipun Kardinal Pietro Parolin dari Italia dan Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina disebut-sebut sebagai calon kuat.
Baca Juga: Konklaf Vatikan akan Pilih Paus Baru, Dunia Tunggu Asap Putih
Kandidat potensial lain termasuk Jean-Marc Aveline dari Prancis, Peter Erdo dari Hungaria, Robert Prevost dari Amerika Serikat, dan Pierbattista Pizzaballa dari Italia.
Jika pada tahap awal tidak ada kandidat yang mendapatkan dukungan mayoritas, para pemilih kemungkinan akan mengalihkan suara kepada tokoh lain yang memiliki kesamaan geografis, doktrinal, atau bahasa.
Dalam khotbahnya, Re juga mengingatkan bahwa paus baru harus menghormati keberagaman dalam Gereja. “Persatuan tidak berarti keseragaman, tetapi persekutuan yang kuat dan mendalam dalam keberagaman,” ujarnya.
Seperti dalam tradisi abad pertengahan, para kardinal dilarang berkomunikasi dengan pihak luar selama konklaf berlangsung. Vatikan telah menerapkan pengamanan berteknologi tinggi untuk menjamin kerahasiaan, termasuk penggunaan alat pengacau sinyal guna mencegah penyadapan.
Rata-rata durasi konklaf dalam sepuluh pemilihan terakhir adalah tiga hari, dan tidak ada yang melebihi lima hari. Pada tahun 2013, Paus Fransiskus terpilih hanya dalam dua hari.
Baca Juga: Kawah Gunung Lewotobi Semburkan Asap Putih dengan Intensitas Tebal 1 Kilometer
Para kardinal diharapkan menyelesaikan proses pemilihan dengan cepat untuk menghindari kesan adanya perpecahan atau ketidakpastian di dalam Gereja.
Sekitar 80% dari kardinal pemilih kali ini ditunjuk oleh Paus Fransiskus. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa paus baru akan meneruskan kebijakan progresif pendahulunya, meskipun ada perlawanan dari kelompok tradisionalis.
Salah satu pertimbangan penting adalah apakah mereka akan kembali memilih paus dari belahan bumi selatan, seperti Fransiskus dari Argentina, menyerahkan tongkat estafet kembali ke Eropa, atau bahkan memilih paus pertama dari Amerika Serikat.