Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
Farrell juga mengungkapkan bahwa ia terakhir bertemu Prevost saat makan siang pada Selasa (7/5), sehari sebelum 133 kardinal pemilih memulai konklaf rahasia di Kapel Sistina.
Ia menyebut bahwa meskipun Prevost sempat disebut-sebut sebagai calon paus, ia bukan kandidat unggulan.
"Kami sempat bertanya bagaimana perasaannya. Ia menjawab bahwa ia tidak bisa tidur nyenyak seperti biasanya," ungkap Farrell. Prevost, kata Farrell, sempat berdoa bersama saudara-saudara seordo dan merasa cukup emosional menjelang pemilihan.
Baca Juga: Paus Leo Jadi Sorotan, Komentar Lama soal Trump Kembali Muncul
Salah satu keputusan penting paus baru adalah pemilihan nama. Prevost memilih nama Leo, yang menurut Uskup Agung Belgrade, Kardinal Ladislav Nemet, mencerminkan prioritas dan visi kepemimpinannya.
"Namanya mencerminkan programnya," kata Nemet, yang makan malam bersama Paus Leo XIV pada Kamis malam.
Paus terakhir yang menggunakan nama Leo, yaitu Leo XIII (1878–1903), dikenal karena perjuangannya membela hak-hak buruh, seperti upah layak, kondisi kerja yang adil, dan kebebasan berserikat.
Dalam percakapan makan malam tersebut, menurut Nemet, paus baru menyatakan keinginannya untuk lebih menyoroti persoalan sosial dan keadilan global.
"Ia mengatakan bahwa kita sedang menghadapi revolusi baru: jika pada masa Leo XIII itu revolusi industri, sekarang kita berada dalam era revolusi digital," ujar Nemet kepada Radio dan Televisi Kroasia (HRT).
Baca Juga: Isi Pidato Pertama Paus Leo XIV dari Loggia Pusat Basilika Santo Petrus
Ia menambahkan bahwa sebagaimana pada masa Leo XIII, digitalisasi saat ini juga memunculkan tantangan dalam dunia kerja, terutama karena berkurangnya kebutuhan tenaga manusia.