kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.891.000   25.000   1,34%
  • USD/IDR 16.445   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.107   66,36   0,94%
  • KOMPAS100 1.034   12,73   1,25%
  • LQ45 806   9,73   1,22%
  • ISSI 223   1,91   0,86%
  • IDX30 421   5,94   1,43%
  • IDXHIDIV20 502   10,81   2,20%
  • IDX80 116   1,41   1,23%
  • IDXV30 120   2,66   2,27%
  • IDXQ30 138   2,04   1,50%

Partai Republik Tolak RUU Pemotongan Pajak yang Diusulkan Trump


Jumat, 16 Mei 2025 / 23:54 WIB
Partai Republik Tolak RUU Pemotongan Pajak yang Diusulkan Trump
Rancangan Undang-Undang pajak yang diusulkan Presiden AS Donald Trump gagal lolos dalam pemungutan suara prosedural di komite utama Kongres.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump gagal lolos dalam pemungutan suara prosedural di komite utama Kongres pada Jumat, setelah lima anggota Partai Republik menolak mendukungnya. 

Mereka menuntut pemotongan belanja yang lebih dalam, sehingga berpotensi menunda pengesahan RUU tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pemungutan suara itu tetap dilakukan meskipun Presiden Trump sebelumnya menyerukan kepada Partai Republik untuk "BERSATU" mendukung RUU tersebut. Dalam unggahan di media sosial, Trump menyatakan, 

"Kita tidak membutuhkan 'PEMIMPIN' di Partai Republik. BERHENTI BICARA, DAN LAKUKAN!"*

Baca Juga: RUU Belanja Trump Gagal Disepakati, AS Shutdown Lagi

Lima dari 21 anggota Partai Republik di Komite Anggaran DPR memilih untuk menolak RUU tersebut. 

Mereka menyatakan akan terus menahan dukungan kecuali Ketua DPR Mike Johnson menyetujui pemotongan lebih lanjut terhadap program Medicaid bagi warga berpenghasilan rendah, serta mencabut sepenuhnya insentif pajak energi hijau yang diberlakukan oleh Partai Demokrat.

Penolakan ini merupakan kemunduran sementara bagi RUU tersebut di Kongres yang saat ini dikuasai oleh Partai Republik, yang sejauh ini belum pernah menolak usulan legislatif dari Presiden Trump. 

Namun demikian, langkah ini dapat menunda rencana pemungutan suara oleh DPR secara penuh yang dijadwalkan pekan depan.

Jika disahkan, undang-undang ini akan menambah utang pemerintah federal yang saat ini telah mencapai US$ 36,2 triliun.

Baca Juga: DPR Sepakati RUU Pengampunan Pajak Masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025

Ketua Komite Anggaran DPR, Jodey Arrington, memimpin rapat dengan menekankan pentingnya RUU tersebut bagi para pemilih yang memilih Trump dan memberikan kendali penuh kepada Partai Republik dalam pemilu Kongres November lalu.

"Mereka menginginkan kebijakan yang masuk akal. Dan mereka menginginkan dari kita semua komitmen untuk mengutamakan Amerika dan rakyat Amerika. Mari kita berikan kepada rakyat apa yang mereka pilih," kata Arrington, anggota Partai Republik dari Texas.

Lima anggota Partai Republik—Chip Roy, Ralph Norman, Andrew Clyde, Josh Brecheen, dan Lloyd Smucker—bergabung dengan seluruh 16 anggota Demokrat di komite untuk menolak RUU tersebut.

"Kami menulis cek yang tidak dapat kami cairkan dan anak-anak kami akan menanggung akibatnya. Jadi, saya menolak RUU ini kecuali jika ada reformasi serius," ujar Roy, wakil dari Texas, kepada komite.

Para anggota parlemen menyatakan masih berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Ketua DPR Johnson untuk merevisi RUU tersebut dan meloloskan pemotongan pajak yang diusulkan Trump.

Baca Juga: DPR Amerika Serikat Majukan Rencana Pemotongan Pajak Trump

RUU ini bertujuan memperpanjang pemotongan pajak yang pertama kali disahkan pada masa jabatan pertama Trump. Komite Pajak Gabungan bipartisan di Kongres memperkirakan bahwa pemotongan tersebut akan menelan biaya US$ 3,72 triliun dalam kurun waktu sepuluh tahun.

Trump menekankan bahwa langkah-langkah seperti menaikkan pajak atas tip dan lembur akan meningkatkan pendapatan pekerja kelas menengah. Namun, para kritikus menilai RUU tersebut lebih menguntungkan kalangan kaya.

Partai Demokrat mengkritik RUU ini sebagai upaya untuk memberikan keringanan pajak kepada miliarder. 

Mereka juga mengutip proyeksi dari lembaga penelitian kongres nonpartisan yang menunjukkan bahwa pemotongan belanja untuk Medicaid dan subsidi asuransi kesehatan swasta melalui Undang-Undang Perawatan Terjangkau dapat menyebabkan 8,6 juta warga Amerika kehilangan perlindungan kesehatan.

Baca Juga: Pidato Trump di Kongres Diwarnai Sorakan dan Walkout dari Demokrat

"Tidak ada RUU sebelumnya, tidak ada undang-undang sebelumnya, tidak ada peristiwa sebelumnya yang menyebabkan jutaan warga Amerika kehilangan layanan kesehatan mereka. Bahkan Depresi Besar sekalipun," ujar Brendan Boyle, anggota senior Demokrat di komite tersebut.

Partai Republik saat ini terpecah dalam tiga faksi: kelompok moderat dari negara bagian yang dikuasai Demokrat yang ingin menaikkan pengurangan pajak federal untuk pajak negara bagian dan lokal (SALT); kelompok garis keras yang menginginkan pengurangan SALT diimbangi dengan pemotongan lebih dalam terhadap Medicaid serta pencabutan insentif pajak energi hijau; dan kelompok moderat lainnya yang berusaha meminimalkan pemotongan terhadap Medicaid.

RUU tersebut juga mengusulkan penerapan persyaratan kerja bagi penerima Medicaid mulai tahun 2029. 

Namun, kelompok garis keras menginginkan agar persyaratan tersebut diberlakukan segera, serta menyerukan pemotongan drastis terhadap kontribusi federal bagi manfaat Medicaid yang diperoleh melalui Undang-Undang Perawatan Terjangkau—usulan yang ditentang keras oleh faksi moderat Partai Republik.

Selanjutnya: Selamat Sempurna (SMSM) Mantapkan Langkah Jadi Pemain Global Komponen Otomotif

Menarik Dibaca: Havaianas dan Dolce&Gabbana Luncurkan Koleksi Baru, Perkuat Segmen Fashion Premium



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Thrive

[X]
×