Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor diperkirakan menghadapi periode penuh gejolak setelah Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4%–4,25%.
Pemangkasan ini merupakan yang pertama sejak Desember lalu dan menandai dimulainya siklus pelonggaran secara bertahap, di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap kondisi pasar tenaga kerja.
Meski demikian, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan situasi saat ini masih penuh tantangan. Ia menyoroti bahwa risiko inflasi cenderung naik, sementara risiko bagi lapangan kerja justru menurun.
Harapan Pasar Terhadap Pelonggaran Cepat Memudar
Banyak pelaku pasar awalnya berharap The Fed segera meluncurkan serangkaian penurunan suku bunga agresif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengangkat harga saham maupun obligasi. Namun, sikap hati-hati The Fed justru menimbulkan kekecewaan.
Baca Juga: Bank Sentral China Menahan Bunga Acuan Pasca The Fed Turunkan Suku Bunga
Menurut Larry Hatheway, Global Investment Strategist di Franklin Templeton Institute, pernyataan The Fed “memperkuat pandangan hati-hati” karena tidak memberikan arah yang jelas mengenai prospek penurunan suku bunga.
Sejalan dengan itu, analis menilai langkah The Fed lebih menekankan pendekatan meeting-by-meeting dan bergantung pada data ekonomi terbaru, bukan pada pola pemangkasan yang sudah ditetapkan.
Data Ekonomi Beri Sinyal Campuran
Pelonggaran kebijakan ini muncul setelah data ekonomi AS menunjukkan tanda-tanda pelemahan:
-
Tingkat pengangguran naik ke 4,3% pada Agustus.
-
Pertumbuhan payroll lebih rendah dari ekspektasi.
-
Revisi data pekerjaan tahunan juga menunjukkan pelemahan pasar tenaga kerja.
Namun, di sisi lain, inflasi tetap tinggi. Proyeksi terbaru The Fed memperkirakan inflasi tahun ini berada di level 3%, jauh di atas target 2%, sementara pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 1,6%, sedikit lebih tinggi dibanding proyeksi sebelumnya.
Baca Juga: Pasar Saham Global Bergejolak Usai The Fed Turunkan Suku Bunga
Reaksi Pasar Keuangan
Keputusan The Fed ini memicu pergerakan beragam di pasar keuangan:
-
Indeks Nasdaq dan S&P 500 sempat mendekati rekor tertinggi, namun ditutup melemah akibat volatilitas perdagangan.
-
Yield obligasi pemerintah AS naik, dengan yield 2 tahun meningkat ke 3,55% dan yield 10 tahun naik menjadi 4,09%.
-
Kurva imbal hasil (yield curve) semakin mendatar, mencerminkan ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga lebih lanjut.
Menurut Dan Siluk dari Janus Henderson Investors, pasar memang menyambut baik sinyal pelonggaran, namun pesan The Fed tetap “nuansa” dan jauh dari pergeseran kebijakan penuh.
Risiko Stagflasi Bayangi Ekonomi AS
Kombinasi inflasi tinggi dan pelemahan pasar tenaga kerja memunculkan kekhawatiran akan stagflasi — kondisi ekonomi yang ditandai pertumbuhan lambat namun inflasi tinggi.
Data menunjukkan harga konsumen di AS naik paling tajam dalam tujuh bulan terakhir, dipicu biaya perumahan dan pangan. Hal ini memunculkan kekhawatiran kondisi menyerupai era stagflasi 1970-an, meski para analis menilai skalanya masih jauh lebih ringan.
“Ini bukan stagflasi 1970-an, tetapi cukup untuk mendorong pandangan yang lebih konservatif terhadap imbal hasil saham dan obligasi,” ujar Michael Rosen, CIO Angeles Investments.
Baca Juga: Jerome Powell Bongkar Rahasia Mandat Ketiga The Fed soal Suku Bunga Jangka Panjang
Tekanan Politik dan Perbedaan Pandangan di Internal The Fed
Keputusan The Fed juga berada di bawah sorotan politik. Pemerintahan Presiden Donald Trump terus menekan bank sentral agar menurunkan suku bunga lebih agresif.
Bahkan, Stephen Miran, penasihat ekonomi Trump yang baru dilantik sebagai anggota Dewan Gubernur The Fed, menjadi satu-satunya pihak yang menolak keputusan pemangkasan 25 bps, dan mendukung pemotongan lebih besar sebesar 50 bps.
Di sisi internal, perbedaan pandangan juga terlihat jelas. “Dot plot” terbaru The Fed memperlihatkan proyeksi yang sangat beragam, dengan beberapa anggota memperkirakan suku bunga akhir tahun bisa setinggi 4,4%, sementara yang lain memprediksi turun hingga 2,9%.