Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - PYONGYANG. Korea Utara pada hari Kamis (24/8) memastikan bahwa percobaan kedua mereka untuk meluncurkan satelit mata-mata kembali gagal. Namun, Pyongyang berjanji akan melakukan percobaan lagi pada bulan Oktober
Mengutip AP News, badan antariksa Korea Utara mengatakan pihaknya menggunakan roket tipe baru, Chollima-1, untuk menempatkan satelit pengintai Malligyong-1 ke orbit.
Kantor berita nasional Korea Utara, KCNA, mengatakan bahwa penerbangan tahap pertama dan kedua roket tersebut normal, namun peluncuran tersebut akhirnya gagal karena kesalahan dalam sistem peledakan darurat selama penerbangan tahap ketiga.
Administrasi Pengembangan Dirgantara Nasional Korea Utara, NADA, mengatakan akan melakukan upaya peluncuran ketiga pada bulan Oktober. Mereka pun memastikan telah mempelajari apa yang salah dengan peluncuran kedua.
Baca Juga: Janji Adik Kim Jong Un: Korea Utara Akan Meluncurkan Banyak Satelit Mata-Mata
Badan tersebut menambahkan bahwa penyebab kecelakaan tersebut bukanlah masalah besar dalam hal keandalan mesin dan sistem cascade.
Pada percobaan pertama bulan Mei lalu, roket yang membawa satelit mata-mata jatuh ke laut tak lama setelah lepas landas.
Korea Utara dengan cepat mengakui kegagalan peluncuran dengan mengatakan bahwa kecelakaan itu terjadi karena roket Chollima-1 kehilangan daya dorong di antara tahap peluncuran.
Militer Korea Selatan menemukan beberapa puing setelah peluncuran pertama dan mengatakan pada awal Juli bahwa satelit Korea Utara tidak cukup canggih untuk melakukan pengintaian militer.
Baca Juga: Korsel Memastikan Bahwa Satelit Korut Tidak Memiliki Kemampuan Militer
Beberapa pakar sipil mengatakan satelit mata-mata yang sebelumnya diungkapkan oleh media pemerintah Korea Utara kemungkinan hanya mampu mendeteksi sasaran besar seperti kapal perang atau pesawat terbang.
Peluncuran kedua ini dilakukan hanya tiga hari setelah militer AS dan Korea Selatan memulai latihan militer tahunan mereka, yang oleh Korea Utara disebut sebagai latihan invasi.
Korea Utara bahkan menyebut latihan berdurasi 11 hari itu meningkatkan risiko perang nuklir di Semenanjung Korea.