kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.781.000   -38.000   -2,09%
  • USD/IDR 16.565   165,00   0,99%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Pemerintah Prancis Larang Penggunaan Hijab dalam Olahraga, Memicu Protes Atlet Muslim


Jumat, 04 April 2025 / 14:44 WIB
Pemerintah Prancis Larang Penggunaan Hijab dalam Olahraga, Memicu Protes Atlet Muslim
ILUSTRASI. Prancis hadapi kontroversi terkait sekularisme dan kebebasan beragama setelah pemerintah mengusulkan undang-undang yang melarang penggunaan hijab. REUTERS/Philippe Wojazer


Sumber: France 24 | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prancis kembali menghadapi kontroversi terkait sekularisme dan kebebasan beragama setelah pemerintah mengusulkan undang-undang baru yang melarang penggunaan hijab dalam kompetisi olahraga domestik.

Kebijakan ini menuai kritik luas, terutama dari kalangan atlet Muslim, yang merasa hak mereka untuk berpartisipasi dalam olahraga tanpa diskriminasi semakin dibatasi.

Kebijakan Baru: Larangan Hijab dalam Kompetisi Olahraga

Pemerintah Prancis telah mengusulkan aturan yang melarang penggunaan hijab dalam seluruh kompetisi olahraga, baik profesional maupun amatir. Sebelumnya, keputusan mengenai hijab diserahkan kepada masing-masing federasi olahraga nasional, tetapi dengan adanya undang-undang ini, hijab akan dilarang secara menyeluruh di seluruh kompetisi olahraga domestik.

Baca Juga: Presiden Prancis Macron Serukan Penangguhan Investasi Eropa ke AS Setelah Tarif Trump

Pihak yang mendukung kebijakan ini berargumen bahwa langkah tersebut bertujuan untuk memperkuat prinsip sekularisme, menyederhanakan regulasi yang membingungkan, serta mencegah pengaruh ekstremisme dalam olahraga. Namun, kritik menyatakan bahwa aturan ini tidak lebih dari bentuk diskriminasi terhadap wanita Muslim yang mengenakan hijab.

Eberena: Atlet Berprestasi yang Terancam Kehilangan Hak Bertanding

Eberena, seorang ibu tunggal dengan empat anak, menjadi juara nasional Prancis dalam kategori angkat berat amatir setelah menemukan olahraga ini pada usia 40 tahun. Namun, kini ia khawatir bahwa aturan baru ini akan menghalangi partisipasinya di kompetisi mendatang.

"Kami hanya ingin berolahraga. Ini sangat mengecewakan karena setiap saat rasanya kebebasan kami semakin dibatasi," ujar Eberena yang berlatih lima kali seminggu.

Meskipun hijabnya sebelumnya diperbolehkan oleh federasi angkat berat, Eberena kini harus menghadapi kemungkinan dilarang bertanding jika undang-undang ini disahkan. Baginya, olahraga adalah sarana untuk membangun persahabatan dan menghapus prasangka, bukan sebagai ajang diskriminasi.

Baca Juga: Marine Le Pen Terancam Gagal Ikut Pilpres Prancis Usai Divonis 4 Tahun Penjara

Argumen Pendukung dan Penentang Kebijakan

Para pendukung larangan ini, termasuk Menteri Dalam Negeri Prancis, Bruno Retailleau, menyatakan bahwa hijab adalah "simbol kepatuhan" dan tidak sesuai dengan prinsip sekularisme Prancis. Beberapa pihak yang mendukung aturan ini juga mengklaim bahwa langkah tersebut akan menghambat "penyusupan Islamisme" dalam kehidupan publik.

Namun, laporan dari Kementerian Dalam Negeri Prancis pada tahun 2022 menemukan bahwa tidak ada bukti signifikan tentang adanya radikalisasi dalam olahraga. Kritikus menilai kebijakan ini sebagai upaya sistematis untuk membatasi kebebasan beragama Muslim di ruang publik.

Atlet judo peraih medali emas Olimpiade 2024, Teddy Riner, menyatakan bahwa Prancis seharusnya lebih fokus pada kesetaraan daripada terus memperdebatkan isu yang menyasar satu agama tertentu. Pernyataan ini memperkuat kritik bahwa larangan hijab lebih bersifat diskriminatif ketimbang sekadar mempertahankan sekularisme.

Dampak Larangan Hijab pada Atlet Muslim

Aturan serupa telah berdampak pada beberapa atlet Muslim di Prancis. Samia Bouljedri, seorang pemain sepak bola berusia 21 tahun, harus berhenti bermain setelah klubnya dikenai denda berulang kali karena mengizinkannya bertanding dengan hijab.

"Saya sangat sedih karena kebahagiaan saya diambil begitu saja hanya karena sehelai kain," ujar Bouljedri.

Sementara itu, Audrey Devaux, seorang pelatih basket, tidak diperbolehkan duduk di bangku cadangan saat pertandingan karena mengenakan hijab. Ia terpaksa memberi instruksi kepada timnya dari tribun penonton.

Baca Juga: Politisi Prancis Menuntut Amerika Serikat Mengembalikan Patung Liberty, Apa Sebabnya?

Sekularisme Prancis: Antara Kebebasan dan Kontrol

Prinsip sekularisme Prancis didasarkan pada undang-undang tahun 1905 yang bertujuan untuk melindungi negara dari intervensi agama dan memastikan netralitas pemerintah. Namun, menurut Rim-Sarah Alouane, seorang peneliti dari Universitas Toulouse Capitole, undang-undang ini dalam beberapa tahun terakhir telah digunakan sebagai alat untuk membatasi kebebasan Muslim di ruang publik.

"Sekularisme yang awalnya dimaksudkan untuk melindungi kebebasan, kini berubah menjadi alat untuk mengendalikan visibilitas agama, terutama bagi Muslim," ujar Alouane.

PBB telah mengkritik aturan larangan hijab dalam olahraga, menyebutnya sebagai kebijakan yang "tidak proporsional dan diskriminatif." Larangan serupa dalam sepak bola dan bola basket sebelumnya telah mendapat sorotan tajam dari berbagai organisasi hak asasi manusia yang menilai kebijakan ini melanggar prinsip kebebasan beragama dan kesetaraan gender.

Selanjutnya: Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Tenggara Cilacap, Jumat (4/4) Siang

Menarik Dibaca: Ini 7 Langkah Praktis untuk Membangun Kekayaan demi Masa Depan yang Lebih Aman


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×