Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Pemilu presiden Turki akan segera memasuki babak akhir pada 28 Mei nanti ketika pemungutan suara putaran kedua dilakukan. Pada putaran pertama, presiden petahana, Recep Tayyip Erdogan, memimpin dengan nyaris 50% suara.
Mengutip Reuters, Erdogan memiliki 49,51% dan saingan oposisi utamanya, Kemal Kilicdaroglu, berhasil meraih 44,88% suara.
Baik Erdogan maupun Kilicdaroglu tidak memenuhi ambang batas 50% yang diperlukan untuk menghindari putaran kedua yang akan diadakan pada 28 Mei. Jika situasinya belum berubah, Erdogan berpeluang besar untuk meneruskan kekuasaannya yang sudah berlangsung 20 tahun.
Selama dua dekade terakhir, Erdogan mengarahkan masyarakat tradisionalnya yang sekuler menuju visi Islamnya. Erdogan juga menjadikan Turki sebagai kekuatan militer regional.
Baca Juga: Pemilu Turki: Sempat Diragukan, Erdogan Masih Mampu Unggul
Karir Politik Erdogan
Erdogan mulai menunjukkan kemampuannya sebagai pemimpin saat terpilih sebagai walikota Istanbul di tahun 1994. Saat itu Erdogan merupakan bagian dari Partai Kesejahteraan, yang dipimpin oleh politisi Islam Necmettin Erbakan.
Empat tahun setelahnya, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara kepada Erdogan karena menghasut diskriminasi agama atas puisi yang dia bacakan pada tahun 1997. Puisi itu membandingkan masjid dengan barak, menara dengan bayonet, dan orang beriman dengan tentara.
Erdogan dipenjara dari Maret 1999 hingga Juli 1999 dan harus mengundurkan diri sebagai walikota Istanbul.
Pada tahun 2001, Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan atau AK Party dan terpilih sebagai ketua. Partai ini dengan cepat mendapat popularitas dan berhasil memenangkan pemilu tahun 2002 dengan hampir 35% suara.
AK Party dianggap membawa arus baru setelah kemerosotan ekonomi terburuk sejak 1970-an dialami Turki saat itu. Erdogan yang memimpin partai ini berjanji untuk menghentikan salah urus dan resesi di masa lalu.
Erdogan secara hukum dilarang menjabat sebagai perdana menteri karena kasus hukum yang pernah dilakukannya. Namun, keputusan itu dibatalkan pada bulan Desember di tahun yang sama.
Baca Juga: Pemilu Turki: Erdogan Tampil Lebih Baik dari Prediksi Jajak Pendapat sebelum Pemilu
Memimpin Turki Sejak 2003
Pada bulan Mei 2003 Erdogan resmi menjabat sebagai Perdana Menteri Turki dan memulai satu dekade pertumbuhan ekonomi yang kuat dan peningkatan standar hidup masyarakat.
Erdogan rutin berkunjung ke berbagai negara Barat untuk mempromosikan kebijakannya. Langkah itu sukses memunculkan ledakan infrastruktur dan investasi asing. Erdogan juga gigih memajukan upaya Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Di bawah pengaruh Erdogan, masyarakat Turki menyetujui perubahan konstitusi untuk memungkinkan presiden dipilih secara publik. Sebelumnya, presiden memiliki peran yang sifatnya simbolis.
Dalam referendum lain, masyarakat Turki menyetujui amandemen yudisial dan ekonomi yang diperjuangkan oleh Erdogan. Aturan baru dimaksudkan untuk menyelaraskan konstitusi dengan standar Uni Eropa.
Pada tahun 2013 Erdogan sempat menghadapi penyelidikan korupsi luas yang melibatkan pejabat senior, anggota kabinet, dan kepala bank milik negara. Erdogan menyebut kejadian itu sebagai kudeta yudisial yang diorganisir oleh Fethullah Gulen, seorang ulama Muslim yang berbasis di AS.
Baca Juga: Hasil Pemilu di Thailand dan Turki Jadi Bukti Keinginan Penduduk Lepas Dari Petahana
Lolos dari tuduhan itu, Erdogan berhasil memenangkan pemilu Turki yang pertama pada tahun 2014. Erdogan mulai menyerukan konstitusi baru untuk meningkatkan kekuasaan kepala negara.
Pada tahun 2017, referendum menyetujui sistem presidensial eksekutif yang memberikan kekuasaan besar kepada presiden. Setahun setelahnya Erdogan kembali memenangkan pemilihan presiden Turki.
Mulai Kehilangan Kepercayaan
Kepemimpinan Erdogan mulai diragukan sejak pandemi Covid-19 melanda. Ekonomi Turki mengalami krisis mata uang yang lebih dalam menyusul serangkaian pemotongan suku bunga.
Mata uang lira mencapai posisi terendah sepanjang masa, inflasi melonjak ke level tertinggi selama pemerintahan Erdogan, tingkat kepercayaan publik kepadanya pun mulai merosot.
Gampa bumi dahsyat awal tahun ini memberikan pukulan lebih berat kepada Erdogan. Orang-orang di zona bencana mengeluhkan lambatnya tanggapan pihak berwenang, terutama di hari-hari pertama, yang memicu kritik terhadap pemerintah.
Baca Juga: Korban Gempa Turki Pikir Ulang untuk Pilih Erdogan saat Pemilu
Erdogan mengakui respons bisa lebih cepat dan meminta maaf kepada masyarakat atas kekurangan yang terjadi pada hari-hari pertama gempa. Turki menderita gempa paling mematikan dalam sejarah modernnya dengan lebih dari 50.000 orang tewas.
Jelang pemilu Turki tahun 2023, popularitas Erdogan mulai menurun. Sejumlah jajak pendapat juga menunjukkan bahwa lawannya, Kilicdaroglu, menjadi jauh lebih populer.
Namun, pada kenyataannya Erdogan masih sanggup memenangkan lebih banyak suara daripada saingannya, meski gagal mencapai ambang batas 50% yang diperlukan untuk menang di putaran pertama.
Pemungutan suara putaran kedua tanggal 28 Mei mendatang akan menentukan nasib kekuasaan Erdogan di Turki yang telah berjalan selama dua dekade.