Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - Pavel Durov, pendiri aplikasi pesan Telegram, ditahan di Bandara Le Bourget dekat Paris pada Sabtu malam.
Saat itu Durov baru saja mendarat di bandara itu dengan pesawat pribadi dari Azerbaijan.
Durov dituduh membiarkan berbagai kejahatan terjadi di platformnya.
Telegram dianggap kekurangan moderator konten platformnya dan kurang kerjasama dengan pihak berwenang.
Polisi Prancis saat ini sedang menyelidiki kasus ini.
Baca Juga: Pesan Warren Buffett: Sebelum Masa Sulit Datang, Lakukan 5 Hal Ini
Telegram membantah tuduhan tersebut dan menekankan komitmen mereka terhadap hukum Uni Eropa, termasuk Aturan Per layanan Digital.
Mereka juga menegaskan bahwa Durov yang memiliki kewarganegaraan Prancis dan Uni Emirat Arab, sering bepergian ke Eropa dan tidak ada apa-apa yang perlu disembunyikan.
Penangkapan Durov memicu reaksi kuat dari Rusia.
Kementerian Luar Negeri Rusia telah meminta akses untuk menghubungi Durov dan mendesak Perancis untuk menghormati hak-haknya.
Wakil rakyat Rusia Maria Butina menyebut Durov sebagai "tawaran politik" dan "korban pemburuan hama oleh Barat".
Penangkapan ini juga memantik diskusi tentang peran Telegram di tengah konflik antara Ukraina dan Rusia.
Baca Juga: 10 Negara Terkorup di Dunia: Negara Miskin Mendominasi
Telegram menjadi platform utama untuk penyebaran informasi, baik dari pihak Ukraina maupun Rusia, meskipun terkadang informasi tersebut belum tentu tepercaya dan menyesatkan.
Aplikasi Telegram yang memiliki hampir 1 miliar pengguna sangat populer di Rusia, Ukraina, dan negara-negara mantan Uni Soviet.
Aplikasi ini dikenal karena enkripsi obrolannya yang kuat dan kemandiriannya dari pemerintahan.
Elon Musk, pemilik platform media sosial X (dahulu Twitter), menyebut penangkapan Durov sebagai contoh "kebebasan bicara telah mati" di Eropa.