Sumber: CNBC |
HONG KONG. Vokal China untuk mengatakan tidak pada perang mata uang semakin sumbang. Hal ini berkebalikan dengan upaya beberapa negara besar yang menyuarakan ketidakpuasan terhadap penurunan nilai tukar mata uang Jepang yang cukup tajam terhadap mata uang utama di dunia.
Otoritas Negeri Tirai Bambu itu bungkam seribu bahasa atas pelemahan yen. Rupanya, Beijing telah mengambil tindakan sendiri untuk mencegah terjadinya tekanan yang besar terhadap yuan atas pelemahan yen.
Yuan China, yang juga dikenal sebagai renminbi, jatuh pada hari Kamis ke level terendah sejak akhir Desember. Bahkan, yuan merayap turun sejak 14 Januari ketika berhasil mencatat rekor tertinggi terhadap dollar Amerika Serikat di 6,21. Bank Sentral China, saat itu mengaku mengintervensi pasar valuta asing untuk menahan kenaikan yuan.
"Jelas ini mengecewakan bagi yang mencari penguatan yuan," nilai Sean Callow, ahli strategi pasar valas di Westpac Bank, Sydney.
"Nilai tukar akan yuan mengetat, mungkin akibat penurunan yen, won Korea Selatan dan juga penurunan dollar Taiwan," lanjutnya. Nilai tukar won turun 2,5% terhadap dollar sejak awal 2013, sementara dollar Taiwan mundur 2%.
Karena banyak pemodal yang memburu yuan, sulit bagi otoritas China membiarkan renminbi mengambang bebas sesuai mekanisme pasar.
Perlu diketahui, sejak awal tahun ini nilai yen yang biasanya naik justru melemah terhadap semua mata uang. Rinciannya, melemah 10% terhadap dollar AS dan euro di tengah ekspektasi meningkatnya kebijakan moneter yang agresif dari Jepang sebagai upaya menghidupkan lagi ekonomi yang melemah.
Para pembuat kebijakan di Eropa dan Asia, terutama Korea Selatan mengeluhkan penyusutan yen yang sangat cepat ini.
Parang mata uang, yuan paling sulit ditebak
Terhadap keadaan ini, analis membaca bahwa perang mata uang sedang berlangsung di mana bank sentral negara-negara maju sengaja mengintervensi untuk melemahkan mata uang mereka agar nilai ekspor dan impor tetap kompetitif.
Yang harus diperhatikan, biasanya, Bank Sentral China menetapkan titik tengah setiap hari untuk mematok nilai tukar yuan. Ciri khasnya, ketika dollar jatuh terhadap mata uang utama, yuan tetap kuat. Namun, kondisi tersebut belum terjadi dalam dua minggu terakhir ketika dollar telah melemah terhadap euro.
Sebelumnya, para analis telah memperkirakan bahwa apresiasi yuan tahun ini bertujuan untuk mencerminkan pemulihan ekonomi China.
Sebuah jajak pendapat Reuters yang dirilis minggu ini menunjukkan, 29 analis memperkirakan yuan menguat ke 6,15 per dollar AS pada Januari 2014. Itu berarti terdapat keuntungan sekitar 1,3% dari level saat ini sekitar 6,23.
Apresiasi yuan dipastikan sangat lambat jika Beijing memperketat cengkeramannya pada yuan lebih lanjut.
"Yuan adalah salah satu nilai tukar yang paling sulit ditebak karena banyak asumsi di sekitar keputusan People Bank of China (PBOC) yang tidak disampaikan secara umum," ulas David David Greene, senior corporate FX Dealer Western Union Business Solutions di Sydney.
Menurutnya, penyusutan mata uang Jepang yang terakhir ini memang akan mengundang reaksi cepat dari Bank Sentral China.