Sumber: Kyiv Post | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - DEN HAAG. Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) dalam laporannya hari Senin (28/11) menilai bahwa perang Ukraina telah meningkatkan potensi ancaman dari senjata pemusnah massal hingga senjata kimia.
Berbicara pada pertemuan tahunan regulator, ketua OPCW Fernando Arias berjanji organisasi antar-pemerintah yang dipimpinnya akan terus memantau dengan cermat situasi di Ukraina.
"Situasi di Ukraina kembali meningkatkan ancaman nyata yang ditimbulkan oleh senjata pemusnah massal, termasuk senjata kimia," kata Arias, seperti dikutip Kyiv Post.
Baca Juga: Museum Perang Dingin Pertama di Dunia Resmi Dibuka di Rusia
Arias pun mengakui bahwa situasinya kini telah memperburuk ketegangan yang akan membuat hal-hal mengenai persatuan terkait keamanan dan perdamaian internasional tidak lagi dianggap.
Rumor tentang penggunaan senjata kimia dan biologi memang telah beredar sejak invasi Rusia dimulai bulan Februari lalu. Rumor tersebut bahkan masih beredar meski belum ada bukti yang ditemukan.
Arias terus mengingatkan Rusia dan Ukraina bahwa mereka termasuk negara yang telah berkomitmen untuk tidak menggunakan senjata kimia.
"Rusia dan Ukraina, mereka termasuk di antara 193 negara yang telah dengan sungguh-sungguh dan sukarela berkomitmen untuk tidak pernah menggunakan senjata kimia dalam keadaan apa pun," lanjut Arias.
Baca Juga: Zelensky: Selama Masih Memiliki Rudal, Rusia Tidak Akan Pernah Diam
Rusia dan Ukraina sama-sama meratifikasi Konvensi Senjata Kimia (CWC) yang mulai berlaku pada tanggal 29 April 1997. Di antara 193 negara yang terlibat, Israel jadi satu-satunya negara yang telah menandatangani tetapi tidak meratifikasi.
Sementara itu, Mesir, Korea Utara, dan Sudan Selatan belum menandatangani atau meratifikasi.
Saat ini Arias berjanji bahwa OPCW akan terus memantau dengan cermat situasi serius terkait penggunaan senjata kimia sambil tetap berhubungan dengan perwakilan tetap Rusia dan Ukraina.
"OPCW telah memberi Ukraina, sesuai permintaan mereka, pelatihan untuk penerima dampak pertama serangan kimia dan untuk mendeteksi kebocoran kimia," pungkasnya.