Reporter: kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan
Presiden AS Donald Trump berulang kali menyebut virus corona sebagai "virus China". Trump juga menuduh China kurang memberi informasi secara transparan, yang berakibat jumlah kasus virus corona kini mencapai 240.000 di seluruh dunia.
Dalam konferensi pers, Kamis (19/3/2020), orang nomor satu di negeri uak Sam tersebut menyatakan, "dunia harus membayar mahal".
Tak pelak, kalimat yang terlontar dari mulut Trump langsung memantik api pertikaian. Kementerian Luar Negeri China membalasnya pada Jumat (20/3), dengan mengatakan, AS berusaha "mengalihkan kesalahan" atas pandemi ini.
Para analis menyebutkan, pertikaian ini membuat China mempunyai keuntungan untuk memosisikan dirinya sebagai pemimpin global alternatif, ketika AS sedang berjuang melawan virus corona di wilayahnya.
Baca Juga: Kisah warga New York dan California masuki fase baru krisis corona
"Sekarang dengan Pemerintah AS yang dipimpin Trump gagal memberi respons internasional yang bermakna, dan Uni Eropa sibuk dengan respons nasionalnya, China punya kesempatan mengisi tempat yang kosong," kata Marina Rudyak, pakar bantuan luar negeri China di Universitas Heidelberg, Jerman.
Dengan melakukan pendekatan ini, China mencoba untuk menulis ulang narasi Covid-19, dan menangkis kritik yang mengarah ke transparansi informasi wabah. "Kini, China menjelma jadi penyelamat negara-negara lain, yang entah menunda respons atau kurang siap daripada China," ujar Rudyak seperti dikutip Kompas.com dari AFP.
Presiden China Xi Jinping telah menjanjikan bantuan pada Italia dan Spanyol, dua negara di Eropa dengan dampak terparah akibat virus corona.
Kantor Berita Xinhua melaporkan, Xi telah berbicara dengan Perdana Menteri Italia dan Spanyol melalui penggilan telepon.
Baca Juga: Duh, kasus virus corona impor China bertambah 41 dalam 24 jam terakhir
Uni Eropa "bersyukur"